Nasehat Mukmin Kepada Saudaranya




WASIYAT DARI SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI RA
[Majelis - 6]


Hati kaum sufi itu bersih, lupa akan makhluk dan selalu mengingat Allah swt., Mereka lupa dunia dan ingat akhirat. Mereka melupakan sesuatu yang ada di tanganmu dan ingat apa yang ada di sisinya. Engkau terhijab mereka dan apa yang mereka dapatkan.

Engkau sibuk dengan dunia dan lupa akhirat, tidak mempunyai rasa malu kepada Tuhan.

Terimalah nasihat saudaramu seiman, janganlah engkau menolaknya. Sungguh Dia melihat apa yang tidak engkau lihat pada dirimu.

Oleh karena itu, Nabi Saw. Bersabda:
“Seorang mukmin itu cermin bagi mukmin lainnya.” 

Nasihat yang benar dari seorang mukmin untuk saudaranya akan memperjelas hal-hal yang samar baginya, membedakan antara yang baik dan yang buruk, menerangkan apa yang berbahaya baginya dan apa yang bermanfaat baginya. Maha Suci Allah Yang telah memberiku kelapangan hati untuk memberikan nasihat kepada manusia dan menjadikannya sebagai cita-cita terbesarku. Sesungguhnya aku tidak mengharapkan balasan apa pun dari nasihatku ini. Akhiratku telah tersedia untukku di sisi Tuhanku.

Aku tidak mencari dunia. Aku bukan penyembah dunia, akhirat, atau segala sesuatu selain Allah Swt. Tidak ada yang aku sembah kecuali Al-Khaliq Yang Maha Esa dan Mahadahulu. Aku hanya ingin agar engkau berbahagia, aku tidak ingin engkau binasa. Jika aku melihat seorang murid Berjaya di tanganku, sungguh aku akan bergembira. Wahai ghulam, yang menjadi keinginanku adalah engkau, bukan aku. Jika ada yang berubah, maka yang berubah itu adalah engkau, bukan aku. Aku telah lewat, aku juga ingin engkau secepatnya lewat.

Wahai ghulam, tinggalkan takabur kepada Allah Swt., dan makhluk-Nya. Sadarilah kemampuanmu, dan rendahkanlah hatimu. Engkau tidak lain hanyalah dari setets air hina dan akan menjadi bangkai yang hina pula. Janganlah engkau termasuk orang yang diseret hawa nafsunya ke pintu raja-raja untuk mendapatkan sesuatu, baik yang telah menjadikan bagianmu atau tidak, secara hina. Dalam hal ini Nabi Saw. bersabda:

“Siksa Allah yang paling pedih bagi hamba-Nya ialah yang mencari sesuatu yang tidak ditentukan menjadi bagiannya.”

Duhai Celaka kamu, wahai orang yang tidak mengetahui kemampuan dan takdir. Apakah kamu mengira bahwa pemilik dunia itu mampu memberimu apa yang tidak dibagikan untukmu? Tetapi inlah bisikan syaitan dalam hati dan kepalamu. Engkau bukanlah hamba Allah SWT, engkau adalah hamba nafsu, keinginan, syaitan, watak, dinar, dan dirhammu. Lihatlah orang-orang yang berhasil sehingga engkau juga berhasil karena mengikuti jalan mereka.

Sebagian ahli sufi mengatakan bahwa orang yang tidak pernah melihat orang yang berhasil tidak akan bisa berhasil. Jika engkau melihat orang berhasil dengan mata kepalamu, bukan dengan mata hati dan nuranimu, berarti imanmu belum hidup. Allah Swt. berfirman:

الْأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
”Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta itu adalah hati yang di dalam dada.” (QS.Al-Hajj [22]:46).

Seorang yang tamak dalam mengambil dunia dari tangan makhluk berarti telah menjual agama dengan buah tin, yakni menjual sesuatu yang kekal dengan sesuatu yang fana. Tentu saja ia tidak akan beruntung. Selagi imanmu kurang, meski berusaha memperbaiki kehidupanmu, jangan sampai kamu menukar agamamu dengan makanan mereka.

Jika imanmu kuat, engkau pasti bertawakal kepada Allah Swt., keluar dari asbab, dan tekun beribadah. Dan engkau pasti pergi meninggalkan segala sesuatu dengan hatimu, sehingga hatimu keluar dari negerimu, keluargamu, bahkan toko dan kenalanmu. Kemudian engkau menyerahkan apa yang ada padamu pada keluarga dan kawan-kawanmu. Seolah-olah malaikat maut telah mencabut nyawamu, seolah-olah malaikat telah membawamu pergi. Seolah-olah bumi telah terbelah dan menenggelamkanmu dari lautan ilmu dan ruanganmu. Barangsiapa sampai pada maqam ini, maka asbab tidak membahayakannya. Karena asbab hanya lahirnya, bukan bathinnya. Asbab itu untuk orang lain, bukan untuknya.

Wahai ghulam, jika kamu tidak mampu melaksanakan apa yang aku katakan ini, yakni keluar dari asbab dan bergantung padanya dari segi hati, dan jika engkau tidak mampu melaksanakan sepenuhnya, hendaklah engkau laksanakan sebagian. Nabi Saw.,bersabda:“Kosongkanlah dari cita-cita dunia semampumu.”

Wahai ghulam, jika engkau mampu, kosongkanlah hatimu dari cita-cita dunia. Jika tidak, melangkahlah dengan hatimu kepada Al-Haq Azza wa Jalla. Berpeganglah kepada tali rahmat-Nya sehingga cita-cita dunia keluar dari hatimu. Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Setiap sesuatu berada di tangan-Nya. Tetaplah berada di pintu-Nya. Mohonlah kepada-Nya agar Dia membersihkan hatimu dari selain-Nya dan memenuhi hatimu dengan iman, ma’rifat, ilmu, dan kaya bersama-Nya, bukan bersama makhluk-Nya. Mohonlah agar Dia memberimu keyakinan dan menenteramkan hatimu serta menyibukkan dirimu dengan menaati-Nya. Mohonlah segala sesuatu kepada-Nya, bukan kepada selain Dia. Janganlah engkau merendahkan kepada sesama makhluk. Hendaklah engkau hanya untuk-Nya, bukan untuk selain Dia.

Wahai ghulam, kefasihan lisan tanpa amalan hati tidak akan mengantarkanmu kepada Al-Haq Azza wa Jalla. Perjalanan ini adalah perjalanan hati. Amalan ini juga amalan hati dengan menjaga batas syari’at dan tawadhu’ kepada-Nya. Dengan menjalankan ibadah. Barangsiapa menganggap dirinya berharga, sesungguhnya tidak ada harga baginya. Barangsiapa menampakkan amalnya kepada makhluk, sungguh tidak ada amal baginya. Amalan itu hendaknya pada waktu sepi. Janganlah menampakkan amalan kecuali amalan wajib yang memang harus ditampakkan sebagaimana yang telah kami jelaskan.

Landasilah amalanmu dengan tauhid dan ikhlas, kemudian bangunlah amal dengan daya upaya Allah SWT. dan kekuatan-Nya, bukan dengan upaya dan kekuatanmu. Tangan tauhid itulah yang membangun, bukan tangan niatmu. Tangan tauhid itulah yang membangun, bukan tangan nifak dan syirik. Orang yang bertauhid, amalannya akan naik. Berbeda dengan orang munafik.

"Ya Allah, jauhkanlah kami dari sifat munafik dalam seluruh keadaan kami. Dan berikanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api neraka."


[Dipetik dari kitab “Al-Fathur Rabbani Wal Faidhur Rahmani; Menjadi Kekasih Allah, oleh Syaikh Abdul-Qadir al-Jailani]

Posting Komentar