Al Quraanul Karim telah menyebutkan beberapa sebab terjadinya musibah, dan juga Allah Subhaana wa Ta`aala menyebutkan bagaimana menghilangkan musibah tersebut dari hambanya. Diantaranya firman Allah Jalla wa `Alaa:
ذَلِكَ بِأَنّ اللّهَ لَمْ يَكُ مُغَيّراً نّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَىَ قَوْمٍ حَتّىَ يُغَيّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya : “Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali kali tidak akan merubah sesuatu ni`mat yang telah dianugerahkanNya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (Al Anfaal: 53)
Berkata al Imam as Sa’diy dalam menafsirkan ayat ini sebagai berikut : ذَلِكَ (yang demikian itu adalah) `adzab yang Allah Tabaaraka wa Ta`aala timpakan kepada ummat yang mendustakan para Rasul `Alaihimus Sholaatu was Salaam. Kemudian Allah hilangkan segala bentuk ni`mat dan kesenangan pada mereka disebabkan dosa-dosa mereka, dan dikarenakan perubahan perubahan yang mereka lakukan atas diri diri mereka sendiri, (sebab Allah tidak akan pernah merobah ni`mat yang telah dianugrahkan kepada suatu kaum), berupa keni`matan Din (Agama) dan dunia. Bahkan Allah Jalla wa `Alaa mengabadikannya serta menambahkan nikmat tersebut bagi mereka jikalau mereka mau bersyukur kepadaNya, sebagaimana Allah Subhaana wa Ta`aala berkata:
وإذ تأذن ربكم لئن شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم إن عذابي لشديد. إبراهيم
Artinya: Dan ingatlah juga, takkala Rabbmu memaKlumkan: “Sesungguhnya jika kalian bersyukur , pasti Saya akan menambah ni`mat kepada kalian, dan jika kalian mengingkari ni`matKu, maka sesungguhnya `adzabKu sangatlah pedih.” (Ibrahim : 7).
Al Imam `Abdurrahmaan as Sa`diy berkata: “Allah Ta`aala berkata pada mereka- memotivasi mereka untuk mensyukuri ni`mat ni`matNya-: (Dan ingatlah takkala Rabbmu mema`lumkan), maksudnya : beritahukanlah dan janjikanlah, (Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Saya akan menambahkan kepada kalian), bentuk ni`mat ni`matKu, (dan jika kalian mengingkari ni`matKu, maka sesungguhnya `adzabku sangatlah pedih), diantaranya, akan dihilangkan atau dicabut dari mereka ni`mat tersebut, yang telah dianugrahkanNya atas mereka. Yang dimaksud dengan bersyukur ialah pengakuan hati dengan ni`mat Allah tersebut, lalu memuji muji Allah `Azza wa Jalla, kemudian membelanjakannya pada jalan jalan yang diredhoi Allah Ta`aala. Sedangkan kufur ni`mat sebaliknya. (1)
(حتى يغيروا ما بأنفسهم)
(Hingga kaum itu merobah apa yang ada pada diri mereka sendiri), bentuk perobahan itu ialah: dari keta`atan berubah kepada ma`siat, sehingga mereka mengukufuri atau mengingkari ni`mat Allah, mereka ganti hal tersebut dengan kekufuran, maka Allah membalikan mereka atas ni`mat itu, dan merobah ni`mat tersebut atas mereka, sebagaimana mereka telah merobah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Dan Allah memiliki hikmah dalam hal itu, ke`adilan dan kebajikan yang diberikanNya kepada hamba-hambaNya. Dimana Allah Ta`aala tidak menimpakan `adzab atas suatu kaum, melainkan disebabkan kezholiman mereka sendiri, sekira kira Allah menarik hati wali waliNya untuk kembali kepadaNya, dengan cara merasakan kepada hamba-hambaNya malapetaka, bencana ketika mereka menyelisihi perintahNya. (2) Dan juga Allah berfirman:
وَمَآ أَصَابَكُمْ مّن مّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُواْ عَن كَثِير. الشورى: (30)
”Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema`afkan sebagian besar (dari kesalahan kesalahanmu”. (Asy Syuuraa: (30).
Berkata al Imam as Sa’diy Rahimahullahu Ta`aala dalam menafsirkan ayat ini:
“Allah mengkhabarkan bahwa tidaklah menimpa hamba hamba tersebut satu mushibah, pada badan-badan mereka, harta-harta dan anak-anak mereka serta pada apa saja yang mereka cintai, itu adalah merupakan kemulian atas mereka, kecuali disebabkan oleh apa-apa yang telah dihasilkan oleh tangan-tangan mereka dari bentuk kejelekan, dan Allah telah banyak mengampuni kesalahan. Sesungguhnya Allah Tabaaraka wa Ta`aala tidak berbuat dzholim terhadap hamba-hambaNya, akan tetapi merekalah yang telah berbuat dzholim atas diri mereka sendiri.” Sebagaimana Allah Jalla wa `Alaa berfirman:
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللّهُ النّاسَ بِمَا كَسَبُواْ مَا تَرَكَ عَلَىَ ظَهْرِهَا مِن دَآبّةٍ. الفاطر: (45).
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan apa yang mereka usahakan, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melatapun.” (Al Faathir: 45)
“Bukanlah kelalaian dari Allah Ta`aala meng-akhirkan siksaan, dan tidak pula karena lemah.” (3) Dan Allah `Azza wa Jalla berkata:
((وَضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مّطْمَئِنّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَداً مّن كُلّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللّهِ فَأَذَاقَهَا اللّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُواْ يَصْنَعُونَ)). النحل : (112).
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari ni`mat ni`mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (Al-Nahl: 112)
Berkata al Imam as Sa’diy Rahimahullahu ketika menafsirkan ayat ini:
Negeri ini adalah Makkah yang mulia, dulunya aman, tentram dan tidak ada seorangpun yang bangkit amarahnya didalam negeri Makkah tersebut. Orang-orang jahiliyah yang awampun menghormati Makkah. Sampai-sampai jika salah seorang dari mereka mendapatkan pembunuh bapaknya dan saudaranya, tidak akan bangkit kemarahannya bersamaan kuatnya egoisme pada mereka dan rasa cinta kesukuan `Arab (suku-isme). Itu merupakan hasil yang diperoleh dari negeri tersebut dalam bentuk keamanan yang sempurna, tidak akan terdapat pada negeri negeri lainnya, dalam bentuk rezqi yang amat luas. Padahal negeri Makkah tidak ada pertanian dan tidak pula pohon-pohonan akan tetapi Allah Jalla wa `Alaa mudahkan bagi negeri Makkah rezqi yang datang dari segala penjuru dunia.
Kemudian datanglah Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam dari kalangan mereka sendiri, yang mereka sangat mengenal keamanahan dan kejujurannya, dia menyeru/mengajak mereka kepada perkara-perkara yang paling sempurna, serta mencegah mereka dari segala perkara yang jelek, akan tetapi mereka mendustakannya, dan mengingkari ni`mat-ni`mat Allah atas mereka, lalu Allah Subhaana wa Ta`aala rasakan atas mereka kebalikan apa-apa yang mereka ada padanya. Allah Ta`aala memakaikan pakaian lapar pada mereka, yang ia merupakan lawan dari rasa senang (kesenangan), rasa takut merupakan lawan dari rasa aman (keamanan), dan keseluruhan demikian disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri dan kekufuran mereka, dan tidak bersyukurnya mereka atas ni`mat Allah Tabaaraka wa Ta`aala.
وما ظلمهم الله ولكن كانوا أنفسهم يظلمون. آل عمران (117).
"Tidaklah Allah menzholimi mereka akan tetapi mereka sendirilah yang berbuat zholim atas diri mereka.” (Ali `Imraan:117). (4)
Berkata al Imam al Baghawiy ketika menafsirkan ayat ini : “(Tidaklah Allah menzholimi mereka)”, dengan demikian, “(akan tetapi mereka sendirilah yang berbuat zholim atas diri mereka)”, disebabkan karena kekufuran dan ma`shiyat. (5) Dan juga Allah berfirman disurat yang lain:
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada jalan yang benar.” (Ar Ruum: 41).
As Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy berkata dalam menafsirkan ayat ini “Maksudnya : Telah jelas kerusakan di daratan dan di lautan, artinya : rusaknya kehidupan mereka dan kurangnya, dan diliputi oleh musibah-musibah. Pada diri mereka dalam bentuk penyakit serta penyakit menular, dan selainnya. Kesemua itu disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan mereka, dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang rusak dan merusak, pada dasarnya. Ini disebutkan:
(ليذيقهم بعض الذي عملوا).
“supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka”, maksudnya: agar mereka mengetahui bahwa akan dibalas atas perbuatan-perbuatan mereka, maka disegerakan atas mereka balasan itu sebagai contoh, dari bentuk balasan perbuatan mereka di dunia.
(لعلهم يرجعون).
“semoga mereka kembali kepada jalan yang benar.” Maksudnya; dari perbuatan-perbuatan mereka, telah menghasilkan dari bentuk kerusakan apa-apa yang telah dihasilkan oleh perbuatan itu. Supaya baik dan tenang keadaan mereka.
Maha Suci Dzat yang sangat Penyayang dengan cobaanNya, yang Maha Pemberi keutamaan pada musibah-musibahNya, kalau tidak demikian, kalau seandainya Allah Subhaana wa Ta`aala menimpakan musibah atas mereka, dikarenakan apa-apa yang telah mereka lakukan, sudah tentu Allah `Azza wa Jalla tidak akan menyisakan seekor hewanpun di permukaan bumi ini.” (6)
Ayat ayat yang mulia ini memberi pengertian kepada kita bahwa Allah adalah Maha `Adil dan Maha Bijaksana. Ia tidak akan menurunkan bala dan bencana atas suatu kaum kecuali karena perbuatan ma`shiat, dosa serta pelanggaran mereka terhadap perintah-perintah Allah, lebih-lebih karena jauhnya mereka dari Tauhid serta tersebar luasnya berbagai perbuatan syirik di banyak negara-negara Islam. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya banyak fitnah, cobaan, ujian dan berbagai musibah yang diturunkan Allah Tabaaraka wa Ta`aala atas mereka. Kesemua itu tidak akan hilang kecuali mereka kembali mentauhidkan Allah Jalla wa `Alaa-dengan ber`ibadat kepadaNya saja serta meninggalkan seluruh bentuk kesyirikan, bid`ah, khurafat-khurafat dan tahayul serta ma`shiat-ma`shiat. Dan juga menegakkan syari`at-syari`atNYA baik terhadap pribadi maupun masyarakat.
Al Quran juga menjelaskan keadaan orang-orang musyrik yang berdo’a kepada Allah dengan meng EsakanNya sa`at mereka ditimpa musibah dan kesempitan. Namun ketika Allah Jalla dzikruHu menyelamatkan mereka dari musibah dan kesempitan tersebut, mereka kembali lagi kepada perbuatan-perbuatan syirik mereka, dan berdo`a kepada selain Allah Tabaaraka wa Ta`aala diwaktu senang dan lapang. Sedangkan diwaktu sempit mereka betul-betul meng-ikhlashkan seluruh bentuk per`ibadatan mereka kepada Allah `Azza wa Jalla. Allah Tabaaraka wa Ta`aala berfirman:
فَإِذَا رَكِبُواْ فِي الْفُلْكِ دَعَوُاْ اللّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدّينَ فَلَمّا نَجّاهُمْ إِلَى الْبَرّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُون العنكبوت
“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo`a kepada Allah dengan memurnikan keta`atan kepadaNya; maka tatkkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan Allah.” (Al ’Ankabut: 65).
Berkata as Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy rahimahullahu Ta`aala ketika menafsirkan ayat ini: “Kemudian melazimkan Allah Ta`aala, terhadap orang-orang musyrik keikhlashan mereka kepada Allah, dalam situasi sangat terdesak, takkala mereka menaiki kapal di lautan, gelombangnya mulai saling berbenturan sama lain, timbul rasa takut mereka untuk binasa, maka ketika itulah mereka meninggalkan seluruh sekutu-sekutu mereka, lantas mereka mengikhlashkan do`a semata-mata hanya kepada Allah saja tidak ada sekutu baginya. Seketika hilang rasa kesusahan, dan selamat orang-orang yang mengikhlashkan do`a bagiNya kedaratan, lalu mereka kembali melakukan kesyirikan dengan meng`ibadati yang sama sekali tidak menyelamatkan mereka dari kesusahan, dan tidak sanggup menghilangkan dari mereka kesempitan.
Kenapa mereka tidak meng-ikhlashkan do`a kepada Allah Tabaaraka wa Ta`aala dalam keadaan senang dan susah, lapang dan sempit, supaya mereka betul menjadi orang mu`minin sebenarnya, yang akan berhak mendapatkan balasanNya, Allah akan menjauhkan dari mereka `adzabNya.
Akan tetapi kesyirikan yang mereka lakukan setelah ni`mat Kami atas mereka, dalam bentuk keselamatan dari lautan, akibatnya, kufur dengan apa yang telah Kami berikan pada mereka, ditukar keni`matan dengan kejelekan, supaya sempurna kesenangan-kesenangan yang mereka ni`mati di dunia, sebagaimana bersenang-senangnya binatang ternak, tidak ada bagi mereka kepentingan kecuali hanya untuk perut dan kemaluan mereka.” (7)
Kebanyakan dari ummat Islam pada hari ini, manakala ditimpa musibah, mereka memohon pertolongan kepada selain Allah Subhaana wa Ta`aala, mereka menyeru ya Rasulallahi!, ya as Syaikh Jailani!, ya as Syaikh Rifaa`iiy!, ya as Syaikh Marghaniy!, ya as Syaikh Badawiy!, ya as Syaikh `Arob!…” dan sebagainya.
Mereka menyekutukan Allah Tabaaraka wa Ta`aala diwaktu sempit dan lapang, sangat berbeda sekali dengan ummat jahiliyah di zaman Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, dimana mereka melakukan kesyirikan kepada Allah `Azza wa Jalla diwaktu lapang saja; sedangkan diwaktu sempit dan terjepit mereka betul-betul meng-ikhlashkan per`ibadatan mereka kepadaNya saja, sebagaimana yang kita saksikan pada ayat yang di atas (al `Ankabuut 65). Mereka menyelisihi perkataan Rabb mereka dan perkataan Rasul mereka Shollallahu `alaihi wa Sallam!!
Sesungguhnya kaum muslimiin para shohabat ketika diserang balik oleh kaum musyrikin diperang Uhud adalah disebabkan oleh sebahagian para pemanah yang tidak menta`ati perintah pemimpin mereka;- Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam, mereka heran atas kekalahan yang mereka derita, maka dengan tegas Allah Jalla wa `Alaa menjawab rasa ta`ajjub mereka tersebut:
قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ أَنْفُسِكُم)). آل عمران (165).ْ قلتم أنى هذا))
“Kalian berkata : dari mana datangnya kekalahan ini?” Katakanlah, itu dari (kesalahan)diri kalian sendiri”. (Ali’ Imran: 165).
As Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy berkata dalam menafsirkan ayat ini: “Maksudnya; dari mana menimpa kami apa-apa yang telah menimpa dan dikalahkannya kami ini?”,
(قل هو من عند أنفسكم).
“Katakanlah, itu dari (kesalahan diri kalian sendiri.” Ketika kalian berselisih, dan melakukan ma`shiat dengan menyelisihi perintah Nabi kalian Shollallahu `alaihi wa Sallam, setelah diperlihatkan kepada kalian apa-apa yang kalian cintai, maka kembalikanlah celaan itu atas diri-diri kalian, dan hati-hatilah dari sebab-sebab yang merusak.” (8)
Dan demikian juga dipeperangan Hunein ketika berkata sebahagian kaum muslimiin: “Sekali-kali kita tidak akan dikalahkan oleh jumlah yang sedikit.”
Maka terjadilah serangan kuat dari musuh, Allah Tabaaraka wa Ta`aala juga mencela mereka atas perbuatan tersebut dengan perkataanNya:
ويوم حنين إذ أعجبتكم كثرتكم فلم تغن عنكم شيئا. التوبة
“Dan ingatlah peperangan Hunein, yaitu diwaktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak akan memberikan manfa`at kepada kalian sedikitpun.” (At Taubah: 25).
As Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy berkata : “Maksudnya; tidak akan memberi manfa`at kepada kalian sedikitpun atau banyak.” (9)
`Umar bin al Khatthaab radhiallahu `anhu pernah menulis kepada pimpinan perang Sa`ad bin Abi Waqqash di al `Iraaq : “Janganlah kalian mengatakan sesungguhnya musuh kita lebih jelek dari kita maka sekali-kali tidak akan berkuasa atas kita, kadang-kadang bisa jadi dikuasakan atas satu qaum seseorang yang lebih jelek dari mereka, sebagaimana dikuasakan atas bani Israaiil kuffarul majuusi takkala mereka telah melakukan ma`aashiy (ma`shiat-ma`shiat), mintalah pertolongan kepada Allah atas diri-diri kalian, sebagaimana kalian minta pertolongan kepadaNya dari musuh kalian.”
Abul Mundzir-Dzul Akmal as Salafiy, Rajab 1428H
Sumber bacaan kitab: “Minhaajul Firqatun Naajiyah,” oleh as Syaikh Muhammad bin Jamiil Zainu.
Footnote:
(1-9) “Taisiirul Kariimir Rahmaan fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan,” oleh as Syaikh `Abdurrahmaan as Sa`diy.
(5) “Tafsiirul Baghawiy (Ma`aalimut Tanziil)”, oleh al Imam Muhyis Sunnah Abu Muhammad al Husein bin Mas`uud al Baghawiy, 516H, (1/408).
Dikutip dari http://www.thullabul-ilmiy.or.id/blog/?p=121, Penulis: Al Ustadz Abul Mundzir Dzul Akmal as Salafiy Lc, Judul: Sebab-Sebab Terjadinya Musibah Dan Cara Mengatasinya
Wassalam, Abu Muawiah
Posting Komentar