Dari Perjanjian Lama, Gereja perdana mempertahankan keyakinan bahwa Allah adalah satu. Perjanjian Baru tidak menggunakan kata Τριάς (Trinitas) ataupun secara eksplisit mengajarkan doktrin Trinitaris Nicea, tetapi terdapat beberapa bagian yang menggunakan pola rangkap dua dan rangkap tiga untuk berbicara mengenai Allah. Bagian-bagian yang memuat pola rangkap dua misalnya Rom. 8:11, 2 Kor. 4:14, Gal. 1:1, Ef. 1:20, 1 Tim. 1:2, 1 Pet. 1:21, dan 2 Yoh. 1:13. Bagian-bagian yang merujuk pada Ketuhanan dengan pola rangkap tiga misalnya Mat. 28:19, 1 Kor. 6:11 dan 12:4dst., Gal. 3:11–14, Ibr. 10:29, dan 1 Pet. 1:2. Bagian-bagian tersebut menyajikan materi yang dengannya kalangan Kristen mengembangkan doktrin Trinitas. Refleksi oleh Gereja perdana terhadap bagian-bagian seperti Amanat Agung: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan [Putra] dan Roh Kudus"Mat. 28:19 dan berkat oleh Rasul Paulus: "Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian",2 Kor. 13:14 bersama dengan Shema Yisrael Yahudi: "Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!"Ul 6:4 menuntun Gereja perdana untuk membahas apakah Bapa, Putra, dan Roh Kudus adalah "satu" atau "esa". Belakangan, referensi yang beragam akan Allah, Yesus, dan Roh yang termuat dalam Perjanjian Baru disistematisasi ke dalam satu Trinitas—satu Allah yang hidup dalam tiga pribadi dan satu substansi—untuk menentang kecenderungan yang dipandang sesat seputar keterkaitan di antara Ketiganya dan untuk membela Gereja terhadap tuduhan pemujaan dua atau tiga allah.
Beberapa akademisi membantah gagasan bahwa dukungan terhadap Trinitas dapat ditemukan dalam Alkitab, dan berpendapat bahwa doktrin tersebut lebih merupakan hasil dari interpretasi teologis daripada menyuarakan eksegesis kitab suci. Konsep ini diungkapkan dalam tulisan-tulisan awal sejak awal abad ke-2, dan para akademisi yang lain meyakini bahwa cara Perjanjian Baru berulang kali berbicara mengenai Bapa, Putra, dan Roh Kudus seperti demikian menghendaki pembaca agar menerima pemahaman Trinitaris.
Comma Johanneum, 1 Yohanes 5:7, merupakan teks yang dipertentangkan yang menyatakan: "Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam surga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu." Namun, bagian ini tidak dianggap sebagai bagian dari teks asli, dan kebanyakan akademisi bersepakat bahwa frasa tersebut merupakan suatu glosa (catatan tambahan).
Yesus sebagai Allah
Injil Yohanes telah dipandang secara khusus bertujuan menekankan keilahian Yesus, menghadirkan Yesus sebagai Logos, pra-eksisten dan ilahi, dari kata-kata pertamanya, "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah."Yoh. 1:1 Injil Yohanes berakhir dengan pernyataan Tomas bahwa ia percaya Yesus adalah Allah, "Ya Tuhanku dan Allahku!"Yoh. 20:28 Tidak ada kecenderungan yang signifikan di antara para akademisi modern untuk menyangkal bahwa Yohanes 20:28 mengidentifikasi Yesus dengan Allah. Yohanes juga menggambarkan Yesus sebagai agen penciptaan alam semesta.
Terdapat juga beberapa kemungkinan dukungan biblika akan keilahian Yesus di dalam Injil Sinoptik. Injil Matius, sebagai contoh, memuat kutipan kata-kata Yesus, "Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku."Mat. 11:27 Hal ini serupa dengan Injil Yohanes, yang menuliskan kalau Yesus berkata, "Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya."Yoh 16:15 Ayat-ayat tersebut biasa digunakan untuk membela kemahakuasaan Yesus, memiliki segala kuasa, serta kemahatahuan Yesus, memiliki segala kebijaksanaan.
Beberapa ungkapan dalam surat-surat Paulus juga ditafsirkan sebagai hal-hal yang mengaitkan keilahian dengan Yesus. Sebagai contoh: "karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia"Kol. 1:16 dan "Sebab dalam [Kristuslah] berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan",Kol. 2:9 serta dalam klaim Rasul Paulus bahwa ia diutus "bukan karena manusia, juga bukan oleh seorang manusia, melainkan oleh Yesus Kristus dan Allah, Bapa."Gal. 1:1
Beberapa kalangan mengemukakan bahwa Yohanes menyajikan suatu hierarki ketika mengutip Yesus yang mengatakan, "Bapa lebih besar dari pada Aku",Yoh. 14:28 suatu pernyataan yang digunakan sebagai perbantahan oleh kelompok nontrinitaris seperti Arianisme. Namun, para Bapa Gereja seperti Agustinus dari Hippo berpendapat bahwa pernyataan tersebut adalah untuk dipahami sebagai Yesus yang berbicara dalam rupa seorang manusia biasa.
Roh Kudus sebagai Allah
Seiring dengan hilangnya kontroversi Arian, pembahasan beralih dari keilahian Yesus ke kesetaraan Roh Kudus dengan Bapa dan Putra. Di satu sisi, sekte Pneumatomaki menyatakan bahwa Roh Kudus merupakan pribadi yang lebih rendah daripada Bapa dan Putra. Di sisi lain, Bapa-bapa Kapadokia berpendapat bahwa Roh Kudus merupakan pribadi yang setara dengan Bapa dan Putra.
Meskipun teks utama yang digunakan untuk membela keilahian Roh Kudus adalah Matius 28:19, para Bapa Kapadokia seperti Basilius Agung memberikan argumen dari bagian lainnya seperti "Tetapi Petrus berkata: 'Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu? Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu? Mengapa engkau merencanakan perbuatan itu dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah.'"Kis. 5:3–4
Bagian lain yang dikutip para Bapa Kapadokia misalnya: "Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya."Mzm. 33:6 Berdasarkan pemahaman mereka, karena "nafas" dan "roh" dalam bahasa Ibrani sama-sama tertulis "רוּחַ" ("ruach"), Mazmur 33:6 mengungkapkan peranan Putra dan Roh Kudus sebagai para rekan-pencipta. Menurut mereka, karena Allah yang suci dapat menciptakan makhluk-makluk suci seperti para malaikat, Putra dan Roh Kudus tentunya adalah Allah.
Argumen lain yang digunakan para Bapa Kapadokia untuk membuktikan bahwa Roh Kudus adalah kodrat yang sama dengan Bapa dan Putra yaitu: "Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah."1 Kor. 2:11 Mereka beralasan bahwa bagian ini membuktikan kalau Roh Kudus memiliki relasi yang sama dengan Allah sebagaimana roh di dalam diri seseorang bagi orang tersebut.
Para Bapa Kapadokia juga mengutip, "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?"1 Kor. 3:16 dan beralasan bahwa adalah suatu penghujatan bagi suatu kodrat yang lebih rendah untuk mendiami bait Allah, dengan demikian membuktikan bahwa Roh Kudus setara dengan Bapa dan Putra.
Mereka juga memadukan frasa "hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya"Yoh. 15:15 dengan 1 Korintus 2:11 dalam suatu upaya untuk memperlihatkan bahwa Roh Kudus bukan hamba Allah, dan karenanya setara.
Pneumatomaki menentang para Bapa Kapadokia dengan mengutip, "Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?"Ibrani 1:14 dengan argumen bahwa Roh Kudus tidak berbeda dari roh-roh malaikat yang lain yang diciptakan. Para Bapa Gereja tidak setuju, mereka mengatakan bahwa Roh Kudus lebih tinggi derajatnya daripada para malaikat, karena Roh Kudus adalah pribadi yang memberikan prapengetahuan untuk bernubuat1 Kor. 12:8–10 sehingga para malaikat dapat memberitahukan peristiwa yang akan datang.
Penggunaan kata "paraclete" (Yunani: parakletos) bagi Roh Kudus dalam Yohanes 14:16, yang dapat diterjemahkan sebagai penolong, perantara, pembimbing, atau pelindung, serta tindakan dan esensi Roh Kudus yang dikarakterisasi dengan kebenaran, sebagaimana ketiga pribadi Trinitas dikaitkan dengan kebenaran (lih. ayat 17), digunakan sebagai argumen-argumen bahwa Roh Kudus adalah pribadi ilahi; terutama karena Yesus menyebut Roh Kudus sebagai "Penolong yang lain", yang dengan cara tersebut mengungkapkan bahwa Roh Kudus sama dengan diri-Nya sendiri dalam konteks penolong manusia.[94]
Paralel Perjanjian Lama
Perjanjian Lama juga diinterpretasikan memberi pertanda Trinitas, dengan menyebut firman Allah,Mzm 33:6 roh-Nya,Yes. 61:1 dan Hikmat,Ams. 9:1 serta narasi-narasi seperti penampakan ketiga orang kepada Abraham.Kej. 18 Bagaimanapun, secara umum terdapat kesepakatan di antara para akademisi Kristen Trinitaris bahwa mengorelasikan gagasan-gagasan tersebut secara langsung dengan doktrin Trinitaris kemudian adalah di luar intensi dan semangat Perjanjian Lama.
Beberapa Bapa Gereja meyakini bahwa pengetahuan tentang misteri ini diberikan kepada para nabi dan orang-orang suci Perjanjian Lama, dan bahwa mereka mengidentifikasi utusan ilahi dalam Kejadian 16:7, 21:17, 31:11, Keluaran 3:2 dan Hikmat dalam kitab-kitab hikmat dengan Putra, dan "roh Tuhan" dengan Roh Kudus. Bapa Gereja yang lain, misalnya Gregorius Nazianzen, berpendapat dalam Orasi-Orasi karyanya bahwa penyataan atau pengungkapan tersebut terjadi secara bertahap, mengklaim bahwa Bapa dinyatakan secara terbuka di dalam Perjanjian Lama, tetapi Putra hanya samar-samar, karena "tidaklah aman, sewaktu Ketuhanan Bapa belum diakui, secara terang-terangan memproklamirkan Putra".
Kejadian 18–19 diinterpretasikan oleh kalangan Kristen sebagai salah satu teks Trinitaris. Narasi tersebut dianggap mengisahkan Tuhan yang menampakkan diri kepada Abraham, yang dikunjungi oleh tiga orang.Kej. 18:1–2 Kemudian dalam Kejadian 19, "kedua malaikat" mengunjungi Lot di Sodom. Interaksi antara Abraham di satu sisi dan Tuhan/tiga orang/kedua malaikat di sisi lainnya merupakan suatu teks menarik bagi mereka yang percaya pada satu Allah dalam tiga pribadi. Yustinus Martir, dan juga Yohanes Calvin, menafsirkannya bahwa Abraham dikunjungi oleh Allah, yang didampingi oleh dua malaikat. Yustinus menganggap bahwa Allah yang mengunjungi Abraham berbeda dengan Allah yang tetap berada di dalam surga, tetapi tetap diidentifikasi sebagai Allah (monoteistik). Yustinus mencocokkan Allah yang mengunjungi Abraham dengan Yesus, pribadi kedua Trinitas.
Agustinus berpandangan lain, ia menyatakan bahwa ketiga orang yang mengunjungi Abraham adalah ketiga pribadi Trinitas. Ia tidak melihat indikasi bahwa para pengunjung tersebut tidak setara, sebagaimana Yustinus menafsirkannya. Dan dalam Kejadian 19 dua dari pengunjung Lot disapa olehnya dalam bentuk tunggal: "Kata Lot kepada mereka: 'Janganlah kiranya demikian, tuanku.'"Kej. 19:18 Agustinus melihat bahwa Lot menyapa mereka sebagai satu kesatuan ("tuanku") karena mereka merupakan satu substansi tunggal, kendati dalam pluralitas pribadi.
Menurut Emanuel Swedenborg, ketiga malaikat yang menampakkan diri kepada Abraham merepresentasikan Trinitas, tetapi Trinitas dari satu hakikat: Yang Ilahi Itu Sendiri, Manusia Ilahi, dan Hembusan Ilahi. Satu hakikat yang direpresentasikan itu diindikasikan oleh fakta bahwa Ketiganya disebut dalam bentuk tunggal sebagai Tuhan. Alasan mengapa hanya dua dari para malaikat tersebut yang pergi mengunjungi Sodom dan Gomora adalah karena mereka mewakili Manusia Ilahi dan Hembusan Ilahi, serta mereka memiliki aspek-aspek penghakiman Yang Ilahi, sebagaimana Yesus menyatakannya bahwa semua penghakiman dipercayakan oleh Bapa kepada Putra.Yoh. 5.22 Ketiga malaikat menampakkan diri kepada Abraham sebagai tiga orang, tetapi dipandang sebagai suatu representasi simbolis Trinitas, yang tidak seharusnya diartikan secara harfiah sebagai tiga pribadi berbeda. Dalam Perjanjian Lama, Swedenborg mendapati referensi langsung yang paling awal akan suatu Tritunggal dalam Keilahian pada kisah perjumpaan Musa dengan Tuhan di dalam Kitab Keluaran yang menyatakan, "Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN, TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya."Kel. 34:6
Beberapa kalangan Kristen menginterpretasikan berbagai teofani atau penampakan Malaikat Tuhan sebagai pengungkapan seorang pribadi yang berbeda dengan Allah, tetapi tetap disebut Allah. Interpretasi seperti demikian setidaknya dapat ditemukan mulai dari masa Yustinus Martir dan Melito dari Sardis, serta mencerminkan ide-ide yang telah terkandung dalam karya tulis Filo. Semua teofani dalam Perjanjian Lama karenanya dipandang sebagai Kristofani, masing-masing merupakan "penampakan prainkarnasi Mesias". (Bersambung)
Posting Komentar