II. Allah Yang Mewahyukan diri-Nya Sendiri

Allahlah yang berinisiatif memperkenalkan diriNya sendiri kepada manusia. Ibrani 1:1 jelas menulis bahwa ‘sejak zaman purba Allah berulang kali dan dalam berbagai cara berbicara.” Berbicara langsung, Kejadian 18:1-33; Bilangan 12:8; melalui penglihatan, Yehezkiel 1:1; Bilangan 12:6; Zakaria 1:7-8; Daniel 2:18; lewat mimpi, Daniel 2:1, 24; Matius 1:20; 2:13,19; dengan tanda-tanda ajaib, Keluaran 19:16-19; 20:18, 21; Oleh bimbingan Roh Kudus, Matius 16:17; Kisah Para Rasul 6:10; Juga dalam berbagai penampakan, Kejadian 32:22-30; Hakim 13:1-23; Daniel 5:5. Bahkan Allah sendiri dalam diri Anak Tunggal-Nya menyatakan diri, Ibrani 1:2; I Yohanes 1:1-3; Yohanes 7:16; 12:49.
Kesemua ini ditambah dengan uraian, penjelasan, ungkapan, kejadian penting bagi sejarah dunia, direkam Allah dan diilhamkan kepada para hambaNya, Yesaya 34:16; II Timotius 3:16; dalam bentuk tulisan yang kita kenal dengan istilah Alkitab. Itulah wahyu khusus – special revelation. Beginilah Allah memperkenalkan diriNya sendiri kepada manusia; yakni dengan mewahyukan diriNya sendiri. Bila tidak demikian, tidaklah mungkin manusia mengenal Dia dengan benar.
1. Wahyu khusus
adalah untuk mengungkapkan kepada manusia siapakah Allah itu. Firman Allah yang tertulis atau Alkitab itu disebut wahyu khusus, karena melaluinya secara khusus Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia. Cara Allah berbicara kepada manusia yang memakan waktu ribuan tahun itu, tidak akan dapat diikuti manusia yang umur rata-ratanya tidak sampai satu abad itu. Tetapi dengan mengilhamkannya dalam bentuk tulisan, maka manusia dapat mempelajari siapa Allah itu dari informasi tertulis yang lengkap.
1.1 Alkitab sebagai media pengajaran satu-satunya tentang Allah -Theologia proper.
Kerinduan manusia untuk mempelajari Allah, melahirkan berbagai spekulasi filosofis, baik yang disampaikan secara lisan maupun secara tertulis; menggambarkan siapa Allah menurut versi mereka masing-masing. Setiap agama dan kepercayaan mempunyai gambaran sendiri-sendiri tentang Allah, tetapi hanya merupakan upaya menusia memahami secara tidak langsung lewat wahyu umum.
Tetapi untuk mempelajari Allah yang benar itu, hanyalah Alkitab sumber satu-satunya yang benar dan dapat dipercaya. Karena Alkitab itu diwahyukan Allah kepada manusia untuk menjadi media pengajaran formal satu-satunya tentang Allah. Alkitab dalam Firman Allah dan Firman Allah itu adalah kebenaran – the truth, Yohanes 17:17. Itulah sebabnya pengetahuan tentang Allah dengan dasar satu-satunya sumber informasi – Alkitab – disebut theologia proper, secara harafiah berarti: pengetahuan tentang Allah yang sebenar-benarnya.
1.2 Alkitab yang diwahyukan dijamin benar dan menjadi jaminan.
Sebagai satu-satunya sumber yang benar dan dapat dipercaya dalam mempelajari pengetahuan tentang Allah, ada dua sifat azasi Alkitab yang perlu dijelaskan secara singkat, sebagai dasar pengajaran, yakni:
a. Alkitab itu tidak pernah salah (inerrancy).
Sifat pewahyuan Alkitab itu dibuktikan dari keadaan Alkitab itu sendiri yang tidak pernah salah. Dari berbagai kesaksian dari para penyelidik Alkitab ini, selalu dibuktikan kebenarannya. Sebagai contoh: Tidak satupun tempat yang disebut dalam Alkitab lalu tidak dapat dibuktikan oleh ilmu purbakala. Sifat-sifat alam yang ditulis Alkitab; angin, arus laut, musim, flora, fauna dan seterusnya, semuanya benar. Informasi sejarah begitu akurat. Apalagi informasi tentang sifat manusia dan kemanusiannya, semuanya tepat.
Ada beberapa hal yang sukar dipahami dalam Alkitab, tetapi hal itu karena keterbatasan manusia itu sendiri untuk memahaminya dan satu demi satu mulai terungkap. Ada beberapa hal yang belum terbukti; hal itupun karena Alkitab bersifat nubuatan dan hal-hal itu mulai tergenapi satu demi satu. Ada halangan-halangan lain yang berupa kesulitan penerjemahan bahasa; hal itupun dapat teratasi satu demi satu oleh para ahli yang dibimbing oleh Roh Kudus.
Alkitab itu tidak pernah salah (inerrancy); dijamin benar untuk menjadi sumber satu-satunya bagi mereka yang mau belajar mengenal Allah yang benar.
b. Alkitab itu otoritas tertinggi (sola scriptura).
Ada banyak pandangan, penafsiran atau ajaran tentang Allah; tetapi semuanya harus dirujukkan kebenarannya dengan Alkitab. Sebab Alkitablah yang menjadi ukuran satu-satunya sehingga menjadi otoritas tertinggi. Apa saja pendapat, pandangan, penafsiran ataupun ajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab, harus ditolak. Hal itu prinsipil, supaya manusia tidak tersesat.
Tuhan Yesus menjadikan Alkitab sebagai ukuran, Matius 4:4,7,10; Lukas 24:44-48. Para Rasul-pun menjadikan Alkitab itu ukuran satu-satunya, Kisah Para Rasul 1:20; 2:16cf; Roma 1:17; 4:6cf; 1 Petrus 2:7,10. Bapa-bapa Gereja menjadikan Alkitab itupun ukuran satu-satunya. Inilah yang disebut dengan prinsip sola scriptura.
Alkitab itu adalah otoritas tertinggi. Semua penafsiran, ajaran atau pendapat, harus merujuk kepada Alkitab. Konsekuensinya yakni semua penafsiran, ajaran atau pendapat yang tidak sesuai dengan Alkitab itu, harus ditolak.
1.3. Allah sendiri membela kebenaran Alkitab dengan memberi bukti.
Setan tahu bahwa poros pengajaran tentang Allah ada dalam Alkitab. Sejarah mencatat, orang-orang yang dipakai setan berusaha membelokkan sejarah bahkan berusaha memusnahkan Alkitab. Tetapi Allah sendirilah yang melindungi ilham-Nya itu sehingga tetap utuh untuk menjadi kesaksian sepanjang zaman, Yesaya 34:16; Yeremia 36:1-32; Matius 5:18; 24:35; Lukas 16-17.
a. Bukti sejarah penyusunan Alkitab.
Dari pembuktian sejarah dan naskah-naskah kuno, dapat dibuktikan bahwa Allah sendirilah yang melindungi naskah-naskah kuno penulisan wahyu Allah yang awal. Penemuan naskah-naskah kuno gua Qumran di tepi Laut Mati, merupakan bukti otentik. Naskah-naskah kuno yang tetap terpelihara itulah yang memungkinkan Alkitab terkumpul seperti yang ada sekarang ini.
b. Bukti sejarah dunia dalam kaitan dengan Alkitab.
Sejarah dunia mencatat bahwa semua usaha manusia untuk memusnahkan Alkitab itu selalu gagal. Manusia memang tidak mungkin memusnahkan Firman Allah itu.
1.4 Manusia yang terbatas itu harus percaya pada keterangan Alkitab, bila ia rindu mengenal Allah yang benar.
Orang yang tidak percaya Firman Allah itu tidak akan berjumpa Yesus Juruselamat dan tidak mendapatkan keselamatan itu. Orang yang tidak menerima keselamatan dari Yesus Kristus, tidak akan mengenal Allah yang benar, Yohanes 5:38-40. Untuk mengenal Allah dengan benar memang ada prosesnya. Kunci awal pembuka pengenalan akan Allah adalah percaya.
a. Iman timbul dari mendengar Firman Allah, Roma 10:17.
Sudah dijelaskan di depan bahwa orang mengenal Allah dengan keyakinan. Sedangkan keyakinan yang benar – iman – berdasarkan Firman Allah, Roma 10:17. Iman adalah konsep kebenaran (the truth) yang didasarkan pada Firman Allah. Jadi iman kepada Allah adalah kebenaran-kebenaran tentang Allah yang didasarkan pada Firman Allah.
b. Tanpa iman, tidak mungkin orang berkenan kepada Allah, Ibrani 11:6a.
Sudah jelas, bahwa tanpa konsep kebenaran Firman Allah, tidak seorangpun berkenan kepada Allah. Manusia tidak dapat mencari Allah dengan kebenarannya sendiri, Yudas 1:11. Allah hanya berkenan ditemui lewat konsep kebenaran Firman Allah itu sendiri.
c. Siapa berpaling kepada Allah, harus percaya bahwa Allah ada, Ibrani 11:6b.
Percaya merupakan respons seseorang secara pribadi kepada konsep kebenaran Firman Allah itu, Roma 10:16. Contoh terbesar adalah orang-orang Yahudi itu. Walaupun mereka mempunyai konsep kebenaran Firman Allah, mereka beriman; tetapi ketika kebenaran itu sendiri datang, mereka tidak percaya, Yohanes 1:11; 3:18,36; 6:36, 66; 10:25.
Berbeda dengan Abraham bapa orang beriman. Ketika Firman Allah datang padanya, ia memberi respons positif; Abraham percaya kepada Allah melalui FirmanNya, Roma 4:3; Kejadian 15:1-6. Jadi percaya adalah tindakan manusia merespons Firman Allah secara positif dengan menerima Firman Allah dengan segenap hati. Untuk memulai pengenalan akan Allah, maka seseorang harus percaya sesuai Firman Allah bahwa Allah ada dan memberi pahala kepada mereka yang mencarinya.
2. Allah menurut Alkitab – Allah yang mewahyukan diriNya kepada manusia.
Awal dari Alkitab adalah pernyataan awal Allah tentang diriNya sendiri. Awal dari Firman tertulis itu adalah deklarasi awal tentang Allah. Dari sinilah awal dari pengetahuan tentang Allah itu.
2.1 Allah memperkenalkan diriNya sendiri secara bertahap dan progresif kepada manusia.
Inilah prinsip utama belajar tentang Allah. Allah tidak menyatakan diri sekaligus kepada manusia, melainkan bertahap dan progresif. Perlu dicamkan bahwa tahapan dan perkembangan maju dari pernyataan Allah tentang diri-Nya itu memakan kurun waktu ribuan tahun. Umur manusia tidak seperti itu. Itulah sebabnya tahapan dan perkembangan tersebut dicatat dalam Alkitab untuk kelak menjadi kesaksian bagi manusia dan kemudian dapat dipelajari oleh manusia itu.
2.2 Perkenalan pendahuluan,
Kejadian 1:1. Kejadian 1:1 itu bukan sekedar awal dari pernyataan Allah tentang diriNya sendiri, melainkan sekaligus sebagai dasar pengenalan akan Allah. Dari dasar inilah, secara bertahap dan progresif Allah memperkenalkan diriNya kepada manusia makin dalam dan luas.
2.3. “Allah” dalam Kejadian 1:1.
Kata ‘Allah’ dalam Kejadian 1:1 itu merupakan subjek kalimat dari ayat itu. Karena merupakan subjek atau pokok dari kalimat itu, maka kata ‘Allah’ itulah yang lebih dahulu dijelaskan singkat.
Kata ‘Allah’ itu sebenarnya diterjemahkan dari kata ELOHIM (Ibrani), GOD (Inggris). Kata ELOHIM itu berarti ‘Maha Kuasa’ – Almighty (Inggris). Jadi kata Allah disini lebih menunjuk pada sifatNya, yakni sifat kemaha-kuasaan itu dan belum menunjuk pada pribadi.
Walaupun nanti akan diuraikan lebih luas, tetapi sudah perlu dimulai disini sebagai pembukaan: Kata ‘Allah’ dalam bahasa Indonesia itu sebenarnya berasal dari bahasa Arab. Tetapi secara gramatikal, kata tersebut adalah kata benda tunggal – singular. Sedangkan kata ELOHIM itu mengandung makna jamak – plural. Dalam kandungan makna jamak inilah pemahaman Bapa, Putra dan Roh Kudus dapat dijelaskan kelak.
Tetapi bukan karena kata ELOHIM itu mengandung makna jamak lalu Allahnya Alkitab itu banyak dan agamanya Alkitab menjadi Polytheisme. Melainkan Alkitab dengan tegas mengajarkan: “Dengarkanlah, hai orang Israel : TUHAN itu Allah kita. TUHAN itu esa !” Ulangan 6:4. Dengan demikian, kata ELOHIM itu bila menunjuk pada Allahnya Alkitab, tidak akan diterjemahkan menjadi ‘Allah-Allah’ atau ‘Gods’ (Inggris), melainkan tetap diterjemahkan dengan kata ‘Allah’ atau ‘God’ (Inggris).
Jadi sejak awal, secara implisit, Allahnya Alkitab itu sudah bersifat unik – tidak ada duanya – tidak ada persamaannya. Yesaya menulis: “Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah ? . . .”, Yesaya 40:18.
2.4. ‘Pada mulanya’ , dalam Kejadian 1:1.
Kata ini dalam bahasa aslinya mengandung makna waktu. Sedangkan waktu dalam pemahaman ini adalah kekekalan masa lampau, karena manusia tidak tahu berapa jauhnya masa lampau itu. Melihat rangkaian kata itu dalam kalimatnya, maka kata ‘pada mulanya’ itu, bukanlah keterangan untuk kata Allah, melainkan keterangan untuk kata-kata ‘langit dan bumi’.
2.5. ‘Pada mulanya Allah’, dalam Kejadian 1:1.
Kata-kata ini membawa pemahaman bahwa Allah terkait dengan masa lalu. Tetapi karena kata ‘pada mulanya’ itu lebih menunjuk sebagai keterangan untuk kata-kata ‘langit dan bumi’, menjadi jelaslah pemahaman bahwa Allah itu sudah ada sebelum dimulainya ukuran kekekalan masa lampau itu. Waktu itu memang menunjuk pada kefanaan akibat dosa. Jadi sebelum ada ide tentang waktu, Allah sudah ada.
Pernyataan Alkitab tentang ‘pada mulanya Allah’ itu ternyata merupakan pernyataan tegas dari Allah sendiri untuk menihilkan isme-isme tentang allah lainnya, misalnya:
a. ‘Pada mulanya Allah’; menihilkan atheisme.
b. ‘Pada mulanya Allah’; menihilkan animisme.
c. ‘Pada mulanya Allah’; menihilkan polytheisme.
d. ‘Pada mulanya Allah’; menihilkan dualisme.
2.6. ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’, Kejadian 1:1.
Ayat ini sungguh-sungguh menunjukkan kedaulatan Allah dalam bertindak. Di dalam Allah-lah segala takdir berawal, sebab Ia maha kuasa dan sekaligus berdaulat. Tetapi orang tidak boleh memikirkan takdir sedemikian rupa sehingga Allah ditempatkan sebagai penguasa lalim yang semena-mena menetapkan nasib (fatum, Latin) seseorang – fatalisme. Orang seperti itu tidak memahami keseluruhan sifat-sifat Allah. Penafsiran seperti itu sungguh amat naif dan menyesatkan banyak orang. Allah harus dilihat dari seluruh sudut pandang yang diperkenankan oleh Alkitab. Untuk itulah Alkitab ada dan Kejadian 1:1 ini baru merupakan awal perkenalan tentang Allah.
Masih ada pemahaman-pemahaman lain lagi dengan kata ‘mencipta’ dan ‘langit dan bumi’. Tetapi karena uraian ini lebih tertuju pada pengungkapan tentang Allah, maka pemahaman yang berkaitan dengan kata-kata tersebut belum perlu diuraikan disini.
Pernyataan Alkitab tentang ‘pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’, ternyata merupakan pernyataan tegas dari Allah untuk menihilkan isme-isme filosofies yang membinasakan umat manusia, misalnya:
a. ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’; menihilkan fatalisme.
Paham fatalisme ini meyakini bahwa nasib manusia itu ditentukan oleh penentuan yang ada diluar dirinya sendiri, tanpa ia dapat mengubahnya lagi. (Catatan: Apa bedanya dengan paham Predestinasi dalam Calvinisme?). Penentuan nasib manusia menurut fatalisme itu datang dari kekuatan alam semesta itu sendiri.
Dengan adanya Kejadian 1:1 ini, paham fatalisme itu dinihilkan. Alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Jadi bukan alam semesta yang menentukan nasib manusia. Juga Allah pencipta alam semesta ini adalah Allah yang penuh kasih, 2 Petrus 3:9. Didalam Allah tidak ada bentuk fatalisme.
b. ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’; menihilkan paham evolusi.
Paham evolusi ini menyakini bahwa terjadinya mahluk hidup itu merupakan suatu kebetulan dalam alam semesta, sehingga tercipta satu sel hidup. Sel hidup tersebut kemudian berevolusi pada tingkat yang lebih tinggi. Muncullah species-species mahluk hidup. Species akhirnya adalah manusia.
Dengan adanya Kejadian 1:1 ini, paham evolusi itu dinihilkan. Allahlah yang menciptakan mahluk hidup itu. Mahluk hidup ciptaan itu adalah mahluk hidup yang sempurna menurut speciesnya masing-masing.
c. ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’; menihilkan pantheisme.
Pantheisme ini mengidentikkan Allah dengan alam. Sedangkan Kejadian 1:1 menegaskan bahwa alam ini adalah ciptaan Allah. Jadi alam ini bukanlah Allah.
d. ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’; menihilkan materialisme.
Kejadian 1:1 ini hanya dapat diterima dengan iman, bukan ratio. Mengapa? Karena ratio manusia itu amat terbatas, sesuai dengan keterbatasan substansi manusia itu sendiri. Catatan: Deisme nanti akan disangkal Alkitab dalam Kejadian pasal 2.
2.7. Kesimpulan.
Awal pernyataan Allah tentang diriNya sendiri dalam Kejadian 1:1 ini sungguh-sungguh merupakan dasar utama pengenalan akan Allah yang benar itu. Beberapa kesimpulan penting dari Kejadian 1:1 ini, antara lain:
a. Allah memperkenalkan diriNya secara bertahap dan progresif kepada manusia.
b. Allah itu maha kuasa. Kemaha-kuasaan itu nyata dengan tegas ketika Ia mencipta. Allah dengan kemaha-kuasaanNya itu adalah Sang Pencipta, Khalik.
c. Kata ‘Allah’ itu sendiri tak dapat menampung keseluruhan idea dari kata ELOHIM di dalamnya.
d. Allah itu unik – tidak ada duanya – tidak ada persamaannya.
e. Allah itu sudah ada sebelum ada waktu.
f. Allah itu berdaulat penuh. Di dalam Allah-lah segala takdir itu berawal. Tetapi kedaulatanNya itu tidaklah menyuburkan fatalisme, sebab sifat-sifat utama lainnya dari Allah masih belum dibicarakan dan Kejadian 1:1 itu barulah awal perkenalan.
g. Allahnya Alkitab itu sungguh-sungguh menihilkan segala macam isme filosofis manusia yang mencoba menentangNya.
h. Allahnya Alkitab itu hanya dapat dipahami lewat iman.
3. Hakekat Allah – Ada.
Keberadaan atau eksistensi Allah sudah dibicarakan, bahkan Allah sendiri sudah mulai menyatakan diriNya kepada manusia. Kini muncul pernyataan, bagaimanakah sebenarnya sifat hakekat atau substansi Allah itu? Kalau eksistensinya saja sudah merupakan suatu pergumulan iman dan butuh penegasan Allah sendiri, apalagi manusia akan membicarakan hakekat atau substansiNya. Untuk memahaminya, maka Allah sendirilah yang mempersiapkan segala sesuatu dan memberi informasi yang cukup bagi manusia untuk mengenal siapa ia sebenarnya.
3.1. Allah menciptakan langit dan bumi dan segala isinya, Kejadian 1:1-2:3.
Sangat jelas bahwa dengan kedaulatan dan kemaha-kuasaan-Nya, Allah menciptakan langit dan bumi. Dari ayat-ayat ini jelas bahwa dalam kisah pertama penciptaan itu hanyalah ‘kata atau nama Allah’ yang disebut-sebut sebagai pencipta. Bahkan tiga puluh lima kali kata ELOHIM itu disebut-sebut dalam ayat-ayat ini.
3.2. Allah mulai memperkenalkan ‘pribadiNya kepada manusia, Kejadian 2:4.
Ayat ini membuka sebuah tahap baru untuk mengenal Allah lebih baik lagi. Ternyata ayat ini mengungkapkan bahwa yang menciptakan langit dan bumi itu adalah TUHAN ALLAH – YEHOVA ELOHIM (berkembang dari istilah ALLAH – ELOHIM, Kejadian 1:1-2:3, menjadi istilah TUHAN ALLAH – YEHOVA ELOHIM).
Penjelasan awal dari perkembangan istilah dalam ayat ini yakni: Didalam sifat kedaulatan dan kemaha-kuasaanNya itu, Allah mulai memperkenalkan pribadiNya, yakni TUHAN – YEHOVA. Tahap baru memperkenalkan diriNya itu adalah untuk memulai memperkenalkan ‘pribadi’Nya kepada manusia.
3.3 Pribadi Allah dalam hubungannya dengan manusia, dikenal dengan nama: TUHAN, Kejadian 2:4-3:24.
Karena manusia ‘mahkota ciptaan’ Nya sendiri, maka Allah memperkenalkan pribadiNya. Jadi pribadi Allah itu diperkenalkan dalam hubungan Allah yang khusus dengan manusia. Keberadaan – eksistensi Allah dapat dikenal secara umum lewat wahyu umum, tetapi pribadi Allah hanya dapat dikenal khusus dalam hubunganNya dengan manusia, lewat wahyu khusus. Dalam pribadi Allah itulah manusia dapat memahami hakekat atau substansiNya.
Perkenalan pribadiNya kepada manusia juga secara bertahap. Eksposisi Kejadian 2:4-3:24 menggambarkannya:
Kejadian 2:4; Allah mulai memperkenalkan bahwa dibalik kedaulatan dan kemahakuasaan-Nya, ternyata ada pribadi Illahi yang namaNya: TUHAN. Terdapat kesan bahwa istilah Allah itu menunjuk pada lembaga Illahi. Sedangkan istilah TUHAN itu menunjuk pada nama pribadi. Jadi istilah gabungan TUHAN ALLAH itu menunjuk pada ‘lembaga Illahi yang berpribadi’.
Kejadian 2:4-7; Walaupun ada kesan bahwa cerita penciptaan dalam pasal satu diulangi lagi disini, tetapi jelas bahwa fokusnya hanya kepada manusia itu sendiri. Kalau penciptaan manusia dalam pasal satu itu bersifat umum dalam suatu kerangka universal, dalam pasal dua ini dijelaskan secara khusus hubungan istimewa manusia itu dengan TUHAN Allah. Hubungan istimewa itu adalah ‘neshamah – nafas hidup – roh manusia’, Kejadian 2:7, yang sebenarnya berasal dari TUHAN Allah. Sebelum manusia diciptakan, TUHAN Allah mempersiapkan suatu kehidupan alamiah bagi manusia.
Kejadian 2:8-9; TUHAN Allah mempersiapkan dan menempatkan manusia pada tempat khusus – Eden – supaya manusia dapat hidup dengan baik.
Kejadian 2:10-14; TUHAN Allah memberi segala faslitas kepada manusia.
Kejadian 1:15-17; TUHAN Allah memberi tugas dan hukum kepada manusia.
Kejadian 2:18; TUHAN Allah merencanakan secara istimewa teman hidup bagi manusia.
Kejadian 2:19-20; TUHAN Allah mendidik manusia memahami arti kehidupan dan menjadi dewasa.
Kejadian 2:21-22; TUHAN Allah mewujudkan rencana istimewaNya itu bagi manusia, yakni menciptakan isteri baginya.
Kejadian 2:23-25; Manusia memahaminya dan hidup menurut rencana istimewa TUHAN Allah itu.
Kejadian 3:1-24; TUHAN Allah menyiapkan rencana keselamatan bagi manusia yang jatuh ke dalam dosa.
Catatan: Ternyata ayat-ayat ini menihilkan keyakinan ‘Deisme’ itu. Allah tidak sekedar mencipta lalu meninggalkan ciptaanNya itu untuk berproses sendiri. Allah hadir dan aktif berperan dalam alam ciptaanNya; lebih khusus lagi, dalam menyelamatkan umat manusia. Jadi, dengan pengungkapan pribadi Allah melalui pernyataan Nama ‘TUHAN Allah’. Deisme itu dinihilkan.
Jadi jelas sekali bahwa dalam hubungannya yang khusus dengan manusia, Allah memperkenalkan pribadiNya dengan sebutan atau nama: TUHAN – YEHOVAH. Hal ini lebih terbuka lagi setelah mempelajari seluruh kitab Perjanjian Lama itu. Istilah Allah – ELOHIM hanya disebut 3.000-an kali, sedangkan istilah TUHAN – YEHOVAH disebut 6.823 kali dalam Kitab Perjanjian Lama itu. PribadiNyalah yang dikedepankan, bukan lembaga.
3.4 Hakekat TUHAN Allah itu, ‘ADA’ yang kekal, Keluaran 3:14-15.
Ketika Allah menyuruh Musa pergi ke Mesir untuk melepaskan orang Israel dari cengkeraman kekuasaan Firaun, Musa menanyakan nama pribadi Allah yang menyuruhNya, Keluaran 3:13. Pertanyaan itu penting, sebab allah-allah Mesir, dari yang rendah sampai yang tertinggi, mempunyai nama. Allah menjelaskan kepada Musa bahwa namaNya dalam bahasa Ibrani ditulis: EHEYEH ASHER EHEYEH, yang dipendekkan menjadi EHEYEH. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan I AM THAT (WHO OR WHAT) I AM, dipendekkan menjadi I AM. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan AKU ADA YANG AKU ADA, dipendekkan menjadi AKU ADA. Dari sinilah kata Ibrani YAHWEH atau YEHOVAH itu berakar.
Kata-kata ini berarti: Aku adalah Dia yang Ada dengan sendirinya; Dia yang kekal; Dia yang senantiasa ada dan senantiasa akan ada. Kata-kata yang dipendekkan menjadi AKU ADA itu berarti: Dia yang senantiasa ada dan hidup. Nama ini sama artinya dengan ‘YEHOVAH Yang Kekal’.
3.5 Dibandingkan dengan ‘ada’nya umat manusia, Yesaya 40:6-8.
Dibandingkan dengan ‘ada’nya Allah, maka eksistensi manusia hanya diumpamakan seperti rumput. Dengan kata lain, TUHAN Yang Kekal itu tidak dapat dibandingkan dengan eksistensi umat manusia yang fana itu.
3.6 Dibandingkan dengan ‘ada’nya alam semesta.
Eksistensi alam semestapun tidak sebanding dengan ‘ada’nya TUHAN Allah . Alkitab memberi kesaksian, bahwa: Kejadian 1:1; TUHAN Allah yang menciptakan langit dan bumi (universe – alam semesta) ini.
2 Petrus 3:7; TUHAN Allah yang memelihara langit dan bumi ini. Matius 24:35; 2 Petrus 3:10-13; TUHAN Allah akan membinasakan langit dan bumi ini; dan kemudian menciptakan langit dan bumi baru. Dengan kata lain, eksistensi alam semesta ini tidak kekal seperti ‘ada’nya TUHAN Allah.
3.7 Kesimpulan.
Sebenarnya, berbicara tentang hakekat adalah berbicara tentang isi filsafat, yakni bidang metafisika. Tetapi hakekat Allah itu tidak dapat dipahami oleh kemampuan manusia menganalisa sekedar informasi wahyu umum untuk mencari epistemologinya. Pengetahuan tentang Allah yang menjadi ukuran kebenaran hanyalah didapat dari informasi wahyu khusus itu. Sekali lagi, bukan oleh kesanggupan manusia menganalisa wahyu umum. Sehigga nampak jelas bahwa hakekat Allah itu tidak dapat dipahami secara filosofis melalui metafisikanya. Hanya Alkitablah yang memberi informasi tentang hakekat Allah itu.
‘Pengkotbah’, orang berhikmat yang mencari hakekat kehidupan, menulis: “Apa yang ada, itu jauh dan dalam, sangat dalam, siapa yang dapat menemukannya?”, Pengkotbah 7:24. Kata ‘ada’ disini menunjuk pada akar kata yang sama dengan ‘ada’ dalam Keluaran 3:14.
Jadi, menurut Alkitab, hakekat TUHAN Allah adalah ‘ADA’. Sifat ‘ADA’nya TUHAN Allah itu jauh berada diluar jangkauan analisa filosofis manusia, yakni:
a. ADA – yang essensial, hakiki, substansi.
b. ADA – karena diri-Nya sendiri, bukan diadakan, self existent, Wahyu 16:5.
c. ADA – penyebab segala yang ada – cause prima, Roma 11:36.
d. ADA – Maha Ada, melebihi konsep manusia tentang ruang, Mazmur 139:5-12.
e. ADA – tidak terbatas, tidak berubah, kekal, Yakobus 1:17; Maleakhi 3:6; 2 Timotius 2:13.
f. ADA – melampaui konsep waktu akibat dosa, Keluaran 3:14; Ibrani 13:8; Wahyu 1:17; kekal.
g. ADA – kehidupan kekal; sumber kehidupan, Kisah Para Rasul 17:25, 28; Ayub 34:14-15.
h. ADA – suatu pribadi; Maha Pribadi.
i. ADA – creatio ex nihilo; sifat penciptaan Allah, Kejadian pasal satu – mencipta dari yang tidak ada menjadi ada. Pandangan filosofi manusia adalah ex nihilo fit – dari ketiadaan, tidak ada sesuatu yang jadi – from nothing, nothing comes. Tetapi mustahil bagi manusia, bagi Allah tidak mustahil. Dari hakekatNya sendiri, Allah mencipta sesuatu dari yang nihil menjadi ada! Kejadian pasal satu.

(Bersambung)


Posting Komentar