A. DEFINISI PEMELIHARAAN AL-QUR'AN
Ada sebuah janji Allah SWT di dalam Al-Qur’an bahwa DIA akan memelihara Islam saat menghadapi bahaya dan percobaan seperti diungkapkan dalam ayat berikut:
إِناَّ نَحْنُ نَزَّلْناَ الذِّكْرَ وَإِناَّ لَهُ لَحفِظُوْنَ.
“Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan peringatan ini dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya”. (QS.Al-Hijr (15):10).
Maksud pemeliharaan Al Qur'an di sini di antaranya adalah bahwa Allah SWT memelihara dari pemalsuan dan perubahan teks-teksnya seperti yang terjadi terhadap Kitab-kitab suci lainnya.
Untuk dapat memahami ini, perlu diketahui bahwa pada masa-masa awal Islam, bangsa Arab boleh dikatakan sebagai bangsa yang buta huruf. Amat sedikit di antara mereka yang mewngerti tulis baca. Bangsa Arab bahkan masih belum mengenal kertas seperti dewasa ini. Jadi, mereka yang dapat menulis dan membaca, biasanya menuliskan segala seuatu yang ingin disimpannya untuk orang lain pada benda apa saja yang bisa di tulisi.
Walaupun pada waktu itu kebanyakan bangsa Arab masih buta huruf, tapi mereka rata-rata memiliki ingatan yang luar biasa kuat. Ketergantungan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair dari para pujangga, peristiwa-peristiwa bersejarah dan lain sebagainya adalah dengan mengandalkan hafalan (ingatan) semata!
Karena hal inilah Nabi Muhammad saw mengambil suatu langkah praktis yang selaras dengan kondisi masyarakatnya saat itu dalam menyebarkan dan memelihara Al-Qur'anul Karim.
Setiap ayat yang diturunkan pada beliau, Nabi menyuruh para pengikutnya untuk menghafalkannya, dan bila memungkinkan, menuliskannya di atas batu, kulit binatang, pelapah kurma, dan apa saja yang bisa dituliskan. Nabi menerangkan "tertib urut" masing-masing ayat-ayat, dan beliau membuat peraturan, yaitu bahwa hanya ayat-ayat Al-Qur'an saja yang boleh dituliskan.
Selain dari ayat-ayat Al-Qur'an, Hadits atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi, dilarang untuk dituliskan. Larangan ini dimaksudkan agar Al-Qur'an itu benar-benar terpelihara, tidak bercampur aduk dengan kalimat-kalimat yang lain yang juga mereka dengar dari Nabi.
B. PEMELIHARAAN AL-QUR'AN PADA MASA RASULULLAH SAW
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW, terbagi atas dua kategori:
- Pengumpulan dalam dada. Dengan cara menghafal, menghayati dan mengamalkan.
- Pengumpulan dalam dokumen. Dengan cara menulis pada kitab atau diwujudkan dalam bentuk ukiran.
1. Pengumpulan Al-Qur'an dalam dada
Rasulullah SAW adalah penghafal Al-Qur'an pertama dan contoh paling baik bagi sahabat dalam menghafal Al-Qur'an, sebagai realisasi kecintaan mereka terhadap pokok agama dan sumber risalah. Para sahabat selalu berkompetisi dalam menghafal Al-Qur'an, bahkan memerintahkan anak istrinya untuk menghafalnya.
Sahabat yang terkenal dalam bidang Al-Qur'an sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Bukhari adalah tujuh orang hafidz :
- Abdullah Bin Mas'ud.
- Salim bin Mu'aqqil, bekas budak Abu Hudzaifah.
- Muadz bin Jabal
- Ubay bin Ka'ab
- Zaid bin Tsabit
- Abu Zaid bin Sukun
- Abu Darda.
2. Pengumpulan dalam bentuk tulisan
Setiap turun wahyu Al-Qur'an, nabi Muhammad memanggil para sahabat untuk mendengarkan ayat-ayat yang turun tersebut. Nabi membacakan dihadapan mereka dan menyuruh mereka yang pandai tulis menulis dan pandai membaca untuk menuliskannya. Diantara 4 sahabat yang terkenal yakni Mu'awwiyah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab dan Khalid bin Walid. Menurut sebagian pendapat jumlah penulis Al-Qur'an pada masa nabi mencapai 40 orang sahabat.
Bila turun ayat, Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam satu surat. Hal itu sesuai dengan anjuran Jibril AS. Para sahabat menuliskan Al-Qur'an pada sarana yang sangat terbatas dan sederhana, saemisal pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana atau potongan tulang binatang. Ini menunjukan betapa besar kesulitan yang dipikul oleh para sahabat dalam menulis Al-Qur'an karena tidak adanya alat tulis yang lengkap. Sehingga pada masa itu Al-Qr'an belum rapi dan belum berbentuk Mushaf.
B. PEMELIHARAAN AL-QUR'AN PADA MASA ABU BAKAR SIDDIQ
Setelah Nabi wafat dan Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, terjadilah pembangkangan terhadap khalifah yaitu kelompok pengekang zakat, kaum murtad dan kelompok pengaku menjadi Nabi (Al-Mutanabbi'un) diantaranya Musailamah Al-Kadzdzab. Tiga kelompok pembangkang ini kemudian ditumpas Khalifah dengan mengirimkan pasukan tentara di bawah pimpinan Khalid bin Walid pada tahun 12 H di Yamamah yang menimbulkan pengorbanan besar-besaran di kalangan para sahabat penghafal Al-Qur'an (Huffazh) yang mencapai kurang lebih 70 orang.
Berdasarkan hal tersebut, Umar bin Khattab merasa sangat khawatir. Kemudian beliau menghadap Khalifah dan mengajukan usul. Umar meminta agar Khalifah mengumpulkan dan membukukan Al-Qur'an karena khawatir Al-Qur'an akan musnah. Ini seasuai dengan riwayat Zaid bin Tsabit di dalam Shahih Bukhari:
"Seusai perang Yamamah Abu Bakar Menemuiku, Umar yang hadir bersama Abu Bakar berkata: bahwa peperangan telah menewakan banyak sahabat penghafal Al-Qur'an dan aku khawatir apabila hal serupa terjadi di tempat lain, sehingga sebelum engkau sempat menghimpunnya sudah ada bagian-bagian Al-Qur'an yang dikhawatirkan akan hilang. Dan menurut pendapatku, Anda harus menghimpun dan membukukan Al-Qur'an. Kemudian Abu Bakar menambahkan lagi; Sesungguhnya aku telah berkata kepada Umar "Bagaimana mungkin Aku melakukan sesuatu yang Rasul Sendiri tidak pernah melakukannya? Dan kemudian menjawab: "Demi Allah sesungguhnya ini adalah hal yang baik".
Abu Bakar khawatir apabila orang-orang Islam akan mempermudah dalam usaha menghayati dan menghafal Al-Qur'an. Ia juga merasa khawatir bila mereka hanya berpegang kepada apa yang ada pada mushaf sehingga jiwa mereka menjadi lemah untuk menghafal Al-Qur'an.
Seusai Abu Bakar berkata demikian, tampak Umar berupaya meyakinkan gagasannya memang cukup baik dan layak dilaksanakan, kemudian Allah membuka hati Abu Bakar dan menerima usul Umar tersebut dan memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit agar segera menghimpunnya ke dalam sebuah Mushaf.
Zaid memiliki kemapuan yang yang tidak dimiliki oleh sahabt lainnya dalam hal mengumpulkan Al-Qur'an. Ia adalah orang yang hafal Al-Qur'an dan merupakan sekretaris wahyu bagi Rasulullah. Di samping itu, ia dikenal sebagai orang yang wara' (berhati-hati), sanagat besar tanggung jawabnya terhadap amanat, baik akhlaknya dan taat pada agamanya. Zaid sangat berhati-hati dalam menjalankan tugasnya, maka penulisannya didasarkan pada tiga hal yaitu:
- Ayat-ayat Al-Qur'an yang ditulis di hadapan Nabi dan yang disimpan di rumah beliau.
- Ayat-ayat yang ditulis adalah yang dihafal oleh para sahabat yang hafal (Hafizh) Al-Qur'an.
- Penulisan dipersaksikan kepada dua orang sahabat bahwa ayat-ayat tersaebut benar-benar ditulis di hadapan Nabi pada saat masa hidupnya.
Tugas penulisan Al-Qur'an dapat dilaksanakan Zaid bin Stabit dalam waktu satu tahun yaitu sejak selesai perang Yamamah dan sampai saebelum Abu Bakar Wafat. Mushaf ini disimpan Abu Bakar sampai wafat dan kemudian disimpan Umar bin Khattab. Setelah Umar wafat Mushaf disimpan Hafsah binti Umar sebagai pesan Umar dengan pertimbangan bahwa Hafshah adalah seorang istri Nabi yang Hafizhah dan pandai baca tulis.
Beberapa keistimewaan Mushaf Abu Bakar Siddiq
- Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat mendetail dan kemantapan yang sempurna.
- Yang tercatat dalam mushaf hanyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh bacaannya.
- Ijma' umat terhadap mushaf tersebut seacara mutawattir bahwa yang tercatat adalah ayat-ayat Al-Qur'an.
- Mushaf mencakup qira'at sab'ah yang dinukil berdasarkan riwayat yang benar-benar shohih.
D. PEMELIHARAAN AL-QUR'AN PADA MASA 'UTSMAN BIN 'AFFAN
Penulisan Al-Qur'an pada masa 'Utsman (25H) adalah dalam rangka menyatukan berbagai macam perbedaan bacaan yang beredar di masyarakat saat itu. Seorang sahabat yang bernama Hudzaifah mengusulkan untuk menulis kembali Al-Qur'an agar menyeragamkan bacaan Al-Qur'an. Utsman menerima usulan itu kemudian membentuk tim penulis Al-Qur'an yang terdiri dari 4 orang, yaitu Zaid bin Tsabit saebagai ketua tim, Sa'id bin Al-'Ash, Abdullah bin Zubair dan Abdurrahman bin Harits.
Tim penulis ini berhasil menyalin shuhuf dari Hafshah dalam beberapa jumlah (25H) untuk dikirim ke beberapa daerah Islam untuk dijadikan standar bagi sealuruh umat Islam. Menurut sebagian pendapat ada lima mushaf standar selain di tangan Khalifah yang dikirim ke beberapa kota, yakni ke kota Mekkah, Damaskus, Kuffah, Bashrah dan Madinah. Kemudian diinstrusikan bahwa semua shuhuf dan mushaf Al-Qur'an selain Mushaf Utsman yang berbeda segera dibakar atau dimusnahkan. Saemua umat Islam menyambut baik dan mematuhi instruksi ini. Setelah tim selesai menyalin Al-Qur'an, shuhuf Hafsah dikembalikan kepada Hafsah.
Perbedaan penghimpunan dan pengkodifikasian Al-Qur'an antara pada masa Khalifah Abu Bakar dan masa Khalifah Utsman bin Affan adalah:
- Dari segi latar belakang penghimpunan dan pengkodifikasian. Pada masa Khalifah Abu Bakar disebabkan perginya para penghafal Al-Qur'an akibat korban perang melawan tiga kelompok pembangkang. Sedangkan pada masa Khalifah Utsman bi Affan dilatar belakangi banyaknya bacaan Al_Qur'an yang berbeda saehingga saling menyalahkan satu dengan yang lain.
- Dari seagi tehnik penghimpunan dan pembukuan. Pada masa Khalifah Abu Bakar dihimpun dari dokumentasi yang teracecer yang teardiri dari pelepah kurma, kulit dan tulang binatang dan batu-batuan kemudian dihimpun ke dalam sebuah mushaf. Al-Qur'an pada masa ini ditertibkan urutan ayat dan surah sesuai dengan yang didengar dari Rasulullah dan penulisan yang menganndung 7 huruf (dialek). Sedangkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan, penulisan disatukan ke dalam satu bentuk huruf (yakni bahasa Quraisy) dari ke 7 huruf terseabut dan didasarkan dari mushaf Abu Bakar.
E. PEMELIHARAAN AL-QUR'AN PASCA 'UTSMAN BIN 'AFFAN
1. Periode memperindah tulisan
Tulisan yang digunakan pada abad ke tujuh Masehi yaitu pada masa Rasul adalah hanya terdiri dari simbol dasar yang hanya melukiskan struktur konsonan dari saebuah katadan bahkan searing mengandung kekaburan. Pada masa pearmulaan Islam seluruh huruf biasanya dituliskan daengan cara yang amat sederhana yaitu dalam bentuk garis lurus tanpa titik dan tanpa baris.
Manuskrip Al-Qur'an dari generasi pertama dan pada naskah Arab pada umumnya tidak memiliki tanda bunyi (tasykil, harakat) dan tanda diaktris (a'jam = tanda huruf dalam bentuk titik). Hal ini baru diperkenalkan atau dimasukkan ke dalam penulisan Al-Qur'an pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang ke lima yaitu Abdul Malik bin Maraawan (66-86 H/685-705M) dan juga pada masa pemerintahan Gubernur Al-Hallaj di Irak, yaitu ketika semakin banyak orang yang ingin mempelajari Al-Qur'an terutama dari yang tidak berlatar belakang budaya Arab.. diriwayatkan bahwa orang yang pertama kali memperkenalkan tanda titik (a'jam) ke dalam naskah Al-Qur'an adalah seorang tabi'in yaitu Abul Aswad Al-Du'ali. Kemudian perbaikan diikuti oleh Al-Hasan Al-Bashri, Yhya bin Ya'mar dan Nashar bin 'Ashim Al-Laytsi.
b. Periode Pencetakan Al-Qur'an
Sejak abad XVI M ketika mesin caetak dari tipe yang dapat digerakkan mulai dipergunakan pertama kali di Eropa dan kemudian diperkenalkan ke saeluruh dunia, pola pencetakkan Al-Qur'an mulai dibakukan. Memang pernah ada pada masa sebelumnya, Al-Qur'an dicetak dengan yang biasa disebutblockprint dan juga beberapa bagian awal abad X baik dalam bentuk ukiran kayu maupun dalam bentuk lembaran.Al-Qur'an yang pertama kali dicaetak dengan mesin yang dapat digerakkan atau dipindah-pindahkan tersebut dibuat di Hamburg Jerman pada 1694 atau pada abad ke XII H. Naskahnya dilengkapi dengan tanda baca. Adapun naskah Al-Qur'an yang dicetak umat Islam pertama kali adalah yang disebut deangan "edisi Mulay Utsman" yang diceatak pada tahun 1787, diterbitkan di St. Petersburg, rusia. Kemudian diikuti yang lain seperti berasal dari Kazan 1828, Persia 1833 dan Istanbul 1877.
Naskah Al-Qur'an yang tercetak sebagai standar masa kini dan dipergunakan oleh umat Islam du dunia Islam adalah edisi Mesir atau yang dikenal juga edisi Raja Fu'ad, karena beliaulah yang memperkenalkannya di Mesir. Edisi ini dituliskan berdasar cara bacaan Imam Hafash seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ashim dan dicaetak pertama kali pada tahun 1925 M/1344 H. Naskah cetakan inilah yang kemudian tersebar ke seluruh penjuru dunia Islam karena Mesir pada waktu itu pearnah menjadi pusat informasi dunia Islam hingga sekarang.
Para ulama dalam menyikapi Al-Qur'an yang ditulis tim Utsman atau yang disebut khath Utsmani ada 3 pendapat:
- Tidak boleh menyalin Al-Qur'an yang menyalahi khath Utsmani baik dalam menulis waw, alif dan ya.
- Dibolehkan menyalahi tau tidak sesuai khoth Utsmani, karena tulisan Al-Qur'an tidak tauqifi (tidak ditetapkan Rasul).
- Dibolehkan menulis Al-Qur'an untuk umum menurut istilah-istilah yang dikenal dan tidak diharuskan menulis model lama karena dikhawatirkan meragukan mereka. Tetapi harus ada yang memelihara tulisan lama sebagai bukti dokumentasi.
Dari tiga pendapat di atas yang paling berhati-hati adalah pendapat yang pertama, yakni harus konsisten mengikuti khoth Utsmani demi keseragaman dan pemeliharaan Al-Qur'an dari kesalahan, kekurangan dan kelebihan.
[Oleh Muhammad Sodik, SS | Islam Menjawab Fitnah]
DAFTAR PUSTAKA
1. Ulumul Qur’an, Program Tahsin Tahfizh, Ahmad Muzzammil MF, AlHafizh.
2. Studi Ilmu Al-Qur’an, Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shabuuniy.
3. Praktikum Qiraat, Dr. H. Abdul majid Khon, M.Ag
4. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Manna Khalil Al-Qattan.
5. Al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an, Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
Posting Komentar