Berikut adalah sebagian dari kumpulan hadits Shahih tentang jaminan sorga bagi setiap umat Islam:
Al-Bukhari[1] dalam kitab Shahih-nya meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari r.a., bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW: 'Tunjukkan kepadaku amalan apa yang dapat memasukkan aku ke dalam surga?" Beberapa dari yang hadir bertanya: "Gerangan siapa dia?" Jawab Nabi SAW: "la adalah seorang cerdik pandai," seraya melanjutkan sabdanya: "Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun, menegakkan shalat, membayar zakat dan menghubungi sanak kerabat."
Demikian pula Al-Bukhari meriwayatkan bahwa seorang Arab Badui datang menghampiri Nabi SAW seraya bertanya: "Beritahukan kepadaku tentang suatu amal perbuatan; bila kulaksanakan, aku dapat masuk surga." Jawab Rasulullah SAW: "Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun, mendirikan shalat yang fardhu, mengeluarkan zakat yang wajib, serta berpuasa di bulan Ramadhan." Maka orang itu berkata: "Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, aku tidak akan berbuat lebih dari ini!" Setelah orang itu pergi, Nabi SAW berkata: "Barangsiapa ingin melihat seorang ahli surga, lihatlah ia."
Berdasarkan beberapa hadits dan berita lainnya, saya memperkirakan bahwa orang Badui yang dimaksud adalah Malik bin Nuwairah bin Hamzah At-Tamimi.[2]
Dalam Shahih Bukhari, dengan sanad sampai Ubadah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Barangsiapa bersaksi tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa (yang terjadi dengan) kalimat-Nya, yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah haq (benar) dan neraka haq, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga dengan amalan apa pun yang telah ia perbuat."
Juga dalam Shahih Bukhari melalui riwayat dari Junadah, disebutkan pula seperti riwayat sebelumnya, hanya ditambahkan sedikit di dalamnya, " ... melalui kedelapan pintu surga, dari mana pun ia hendak memasukinya."
Juga dalam Shahih Bukhari dari Abu Dzar r.a. yang berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW ketika beliau sedang tidur dan mengenakan baju putih. Kemudian aku mendatanginya lagi, dan beliau sudah terjaga. Maka bersabdalah beliau SAW: "Barangsiapa di antara hamba Allah yang menyebut 'La ilaha illa Allah' kemudian meninggal dunia, dan ia tetap dalam keadaan ikrarnya itu, maka ia akan masuk surga." Aku bertanya: "Bagaimana kalau ia pernah berzina atau mencuri?" Jawabnya: "Walaupun ia pemah berzina atau mencuri." Tanyaku lagi: "Walaupun ia pernah berzina dan mencuri?" Jawab Rasulullah SAW: "Ya, walaupun ia pemah berzina dan mencuri, dan betapa pun Abu Dzar tidak menyukai (ucapan ini)."
Dalam Shahih Bukhari, melalui Abu Dzar pula disebutkan: Telah berkata Nabi SAW kepadaku, bahwa malaikat Jibril berkata: "Barangsiapa, di antara umatmu, meninggal dunia dalam keadaan tiada menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, maka ia akan masuk surga (atau ia tak akan masuk neraka)." Kemudian aku bertanya: "Kendatipun ia pernah berzina dan mencuri?" Jawab Nabi Muhammad SAW: "Ya, walaupun ia pernah berbuat hal itu."
Disebutkan di dalamnya dengan sanad dari Abu Dzar, yang berkata: Aku keluar pada suatu malam, dan kulihat Rasulullah SAW berjalan sendirian, tidak seorang pun bersamanya. Ketika itu aku kira beliau sedang tidak ingin seseorang berjalan menyertainya. Maka aku pun berjalan di belakangnya, di bawah sinar bulan. Namun tiba-tiba beliau menoleh dan melihatku lalu bertanya: "Siapa ini?" Kujawab: "Abu Dzarl Semoga aku dijadikan penebus jiwamu."*Dan beliau memanggilku: "Hai Abu Dzar, kemarilah!" Maka aku pun berjalan bersamanya sebentar, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang banyak hartanya di dunia ini, akan menjadi orang-orang yang sedikit pahalanya, pada Hari Kiamat kelak. Kecuali siapa yang diberi Allah rezeki yang banyak lalu ia menyedekahkan dengan tangan kanan dan kirinya, dari depan dan belakangnya, serta berbuat kebaikan dengan hartanya itu." Kata Abu Dzar selanjutnya: Kemudian aku berjalan lagi sebentar bersamanya, dan beliau berkata kepadaku: "Tunggu di sini sampai aku kembali!" Lalu beliau pergi ke balik bukit berbatu sehingga aku tak dapat melihatnya. Aku pun menantinya cukup lama, sehingga kudengar beliau kembali seraya mengucapkan: "Walaupun ia mencuri dan berzina." Setelah Rasulullah tiba, aku tak sabar untuk menanyakan kepadanya: "Ya Rasulullah, semoga diriku dijadikan tebusan bagi jiwamu, siapakah gerangan yang engkau ajak bicara di balik kegelapan malam itu, padahal aku tidak mendengar seseorang berbicara kepadamu?" Jawab Nabi SAW: "Dia itu Jibril, yang menampakkan diri padaku di balik bukit di sana, dan ia berkata: 'Beritahukanlah kepada umatmu kabar gembira, bahwa barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia akan masuk surga.' Kemudian aku bertanya kepadanya: 'Ya Jibril, sekalipun ia mencuri dan berzina?' Jawabnya: 'Ya, walaupun begitu.' Tanyaku lagi: “Walaupun ia mencuri dan berzina?' 'Ya, kendatipun begitu,' jawabnya. Aku bertanya lagi: "Walaupun ia mencuri dan berzina?' Jawab Jibril: 'Ya, walaupun ia pernah minum khamr'."
Mungkin yang dimaksud dengan zina, mencuii dan minum khamr dalam hadits di atas ialah sebagai ungkapan tentang semua dosa besar (kaba’ir). Maka maksudnya ialah barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan beriman kepada Allah Tuhan Yang Mahaesa, ia akan masuk surga atau tidak masuk neraka, walaupun ia pernah mengerjakan dosa besar. Hal ini sesuai pula dengan hadits riwayat Ubadah, sebelum ini, yakni ucapan beliau: "... dengan amalan apa pun yang pemah ia perbuat..."
Catatan Tambahan
Harus diketahui bahwa orang-orang Mukmin yang berbuat maksiat, kelak pada hari Kiamat, akan diazab sekadar besar-kecilnya dosa-dosa mereka, kemudian setelah itu, mereka akan beroleh kemuliaan di surga. Demikianlah menurut kesepakatan (ijma') Ahlul-Bayt (para pengikut dan pendukung) mereka. Yang demikian itu sudah menjadi pengetahuan setiap orang tanpa keraguan sedikit pun.
Oleh sebab itu, hadits-hadits yang menyatakan adanya jaminan keselamatan bagi kaum Muslim, apa pun juga amalan-amalan mereka, tidaklah berarti bahwa orang-orang yang telah berbuat maksiat dari mereka, secara mutlak tidak akan memperoleh siksaan dari Allah SWT. Tetapi, maksud yang sebenarnya ialah bahwa mereka tidak diazab secara abadi dan langgeng sebagaimana yang dialami orang-orang kafir. Oleh sebab itu, hadits-hadits ini atau yang serupa dengannya tidak boleh menjadi pegangan satu-satunya bagi mereka. Mengenai kejahatan-kejahatan mereka yang telah lalu, tidak ada sesuatu yang dapat mereka lakukan kecuali bertobat dan menyesal atau menerima azab di neraka Jahannam, sekadar yang patut mereka terima, atau adakalanya mereka mendapat ampunan dan maghfirah dari Allah SWT dan memperoleh syafaat dari para pemberi syafaat (yang beroleh izin dari-Nya).
Tersebut dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Mu'adz bin Jabal yang berkata: Aku pernah membonceng kendaraan Rasulullah SAW, dan jarak antara aku dengan beliau hanya bagian belakang untanya. Lalu beliau berkata kepadaku: "Hai Mu'adz!” Jawabku: "Labbaik wa Sa'daik, ya Rasulullah." Sejenak kemudian beliau berkata lagi: "Hai Mu'adz!" "Labbaik wd Sa'daik, ya Rasulullah", jawabku. Lalu beliau berkata: "Tahukah engkau apakah hak Allah atas hamba-hamba-Nya?"
Aku menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Sabda beliau: "Hak Allah aias hamba-hamba-Nya ialah menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun." Kemudian setelah berjalan sebentar, beliau berkata: "Ya Mu'adz bin Jabal!" "Labbaik wa Sa'daik, ya Rasulullah," jawabku. Beliau bertanya lagi: "Tahukah engkau apakah hak hamba atas Allah jika mereka telah melakukannya?" Jawabku: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau pun melanjutkan: "Hak hamba atas Allah ialah bahwa la tidak menyiksa mereka."
Tercantum dalam Shahih Bukhari dari 'Utbah, yang berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Tak seorang hamba pun datang — pada Hari Kiamat — dengan ucapan 'La ilaha illa Allah' semata-mata demi keridhaan Allah kecuali diharamkan atasnya api neraka."
Juga di dalamnya dari 'Utban bin Malik Al-Anshari pula, bahwa ia mengunjungi Rasulullah SAW dan meminta agar beliau singgah ke rumahnya dan shalat di sana, karena ia ingin menjadikannya sebagai mushalla[3] Kemudian 'Utban berkata: Lalu Rasulullah SAW berangkat dan shalat dua rakaat bersama kami dan sesudah itu kami suguhkan hidangan Harirah (tepung yang dimasak dengan susu). Berkata 'Utban selanjutnya: Sesaat kemudian, beberapa orang datang ke rumahku, lalu salah seorang dari mereka berkata: "Mana Malik bin Ad-Dukhsyun?"[4] Dan seorang lainnya berkata: "Dia adalah seorang munafik. la tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya." Maka Rasulullah SAW bersabda: "Jangan berkata demikian, tidaklah kamu melihatnya telah berucap 'La ilaha illa Allah' semata-mata demi keridhaan Allah?" Jawab orang itu: "Sungguh kami sering melihatnya pergi dan berkawan dengan orang-orang munafik." Sabda Nabi SAW selanjutnya: "Allah mengharamkan api neraka bagi siapa saja yang mengucapkan 'La ilaha illa Allah' semata-mata karena berharap ridha Allah."
Muslim juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab Shahih-nya dengan pelbagai saluran. Akan tetapi, akhir kalimat hadits yang diriwayatkan itu, sebagai berikut: "Bukankah ia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah?" Mereka menjawab: "Ya, memang ia mengucapkan hal itu, namun tidak disertai dengan ketulusan hatinya." Maka Rasulullah SAW bersabda: "Tiada seorang pun bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan' bahwa aku adalah Rasul Allah akan dimasukkan ke dalam api neraka atau menjadi umpannya." Anas berkata: "hadits ini betul-betul membuatku kagum sedemikian sehingga kusuruh anakku menulisnya."
Perhatikaniah, adakah susunan kalimat lain yang lebih jelas daripada ini yang menetapkan keselamatan bagi segenap umat yang beriman akan keesaan Allah? Adakah berita gembira yang lebih besar daripada berita bahwa surga disediakan bagi umat Islam secara keseluruhan? Sungguh mengherankan, dengan masih adanya orang yang tidak meragukan kesahihan hadits tersebut, tetapi ia tetap saja menetapkan penilaian yang berlawanan dengan petunjuk di dalamnya. Tidakkah ia ingat firman Allah:
" . . . hendaknya orang-orang yang melanggar perintah-Nya takut akan ditimpa bencana atau azab yang pedih . . . " (QS. An-Nur: 63)
Dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya, dari Anas, yang berkata: Rasulullah SAW pernab bersabda: "Allah menujukan firman-Nya kepada penghuni neraka yang paling ringan azabnya, pada hari Kiamat: 'Seandainya kau memiliki segala suatu yang ada di bumi, bersediakah engkau menebus dirimu dengan semua itu?' Maka orang itu akan berkata: 'Ya!' Allah pun akan berfirman: 'Dahulu Aku hanya menginginkan sesuatu darimu yang jauh lebih ringan dari ini, ketika engkau masih dalam sulbi Adam, yaitu agar kau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, namun engkau mengabaikannya dan tetap menyekutukan-Ku'."
Mungkin, yang dapat disimpulkan dari hadits ini ialah bahwa sesungguhnya orang itu diazab dengan api neraka semata-mata karena ia tidak mau kecuali menyekutukan Allah. Seandainya bukan karena hal itu, ia pasti akan selamat. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa Ahlut-Tauhid (yakni semua kaum Muslim) pasti akan selamat.
Hadits tersebut menunjukkan pula bahwa penghuni neraka yang paling ringan azabnya ialah si musyrik. Maka dapatlah disimpulkan bahwa tidak seorang pun muwahhid (orang yang mengesakan Allah) akan berada di sana. Sebab, seandainya di sana ada seorang muwahhid, niscaya azabnya lebih ringan dari si musyrik. Tentunya hal terakhir ini bertentangan dengan kandungan hadits tersebut.[5]
Dalam keenam kitab Shahih, Musnad Ahmad, kitab-kitab Ath-Thabrani, dan lain-lain, banyak dijumpai hadits seperti ini. Terutama dalam kelompok hadits-hadits syafaat, antara lain — seperti dalam — Shahih Bukhari dan Muslim bahwa kelak (pada Hari Kiamat) akan dikatakan kepada Nabi Muhammad SAW: "Keluarkan dari neraka siapa yang mempunyai iman dalam kalbunya walau seberat biji sawi."
Dan seandainya kami hendak mengetengahkan semua hadits syafaat yang mengandung kabar gembira yang amat mengagumkan, terutama yang tercantum dalam kedua kitab Shahih itu, niscaya persoalannya akan berkepanjangan. Tetapi kami hanya mengisyaratkan, agar dapat diteliti kembali oleh siapa saja yang menginginkannya. Bahkan, lebih dari yang telah dinukilkan sebelum ini, Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari 'Utsman bin 'Affan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan mengetahui bahwasanya tiada Tuhan selain Allah, maka ia akan masuk surga."
Jelas sekali — menurut hadits ini — bahwa sekadar mengetahui (secara sadar) akan keesaan Allah, dapat menyebabkan seseorang masuk surga.
Begitu juga sebuah hadits serupa, yang dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam kitab Al-Kabir, dari 'lmran bin Hushain yang berkata: Rasulullah SAW pemah bersabda:
"Barangsiapa mengetahui (menyadari) bahwa Allah adalah Tuhannya, dan bahwa aku adalah Nabi-Nya dengan disertai ketulusan hatinya, maka Allah akan mengharamkan tubuhnya dari jilatan api neraka."
Riwayat-riwayat ini lebih terang-benderang daripada cahaya matahari di siang hari. Dan kesahihannya lebih dikenal daripada "api di atas gunung yang tinggi." Di dalamnya tercantum berita-berita yang menggembirakan, yang mungkin agak meringankan diri seorang Muslim dari akibat perbuatan dosa-dosa besar yang menjerumuskan.
Nah, silakan mengkajinya kembali dalam kitab-kitab hadits Ahlus-Sunnah, agar kita lebih memahami betapa semua itu menetapkan surga bagi Anda maupun saudahaditsra-saudara Anda. Semua yang telah kami sebutkan, tidaklah lebih dari serpihan sebutir biji atau setitik air dari gelombang samudera. Kami cukupkan di sini apa yang telah disebutkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya. dan diulang-ulanginya dalam beberapa bab dari kitabnya itu dengan pelbagai saluran sanad yang berbeda-beda. Kami pun tidak merasa perlu menyuguhkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab Shahih lainnya, sebab dengan kadar yang kami paparkan di atas, telah cukup jelas bagaikan cahaya yang menyingsing di pagi hari.
Lebih dari itu, kami memiliki banyak hadits shahih lainnya yang kami peroleh melalui kedua belas Imam kami:
Diriwayatkan oleh para Imam penunjuk jalan, Ucapan dan hadits mereka selalu dimulai dengan:
Datuk kami (Nabi SAW) meriwayatkan dari Jibril, yang menerimanya dari Allah Tuhan Maha Pencipta.
Itulah As-Sunnah yang kedudukannya langsung setelah Al-Kitab. Dan itulah perisai yang menyelamatkan dari azab. Simaklah dari kitab Ushul Al-Kafi dan lainnya, hadits-hadits yang mengumandangkan berita-berita gembira bagi mereka yang beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan Hari Akhir. Walaupun banyak di antaranya yang mengkhususkan keterangan-keterangan di atas yang bersifat umum dengan persyaratan walayah* terhadap keluarga Rasulullah dan 'itrah-nya. yang suci. Yaitu mereka yang oleh Rasulullah SAW dikaitkan secara langsung dengan Al-Quran, dan dijadikan panutan bagi ulul-albab, bagaikan bahtera-bahtera penyelamat apabila gelombang-gelombang fitnah dan bencana datang menerjang. Mereka itu laksana bintang-bintang penunjuk jalan apabila kegelapan kesesatan menghalangi pandangan, pintu pengampunan satu-satunya bagi siapa saja yang ingin memperolehnya atau buhul tali yang kuat erat tempat bergabung seluruh umat demi kesatuan. Maka tidak syak lagi bahwa walayah mereka merupakan bagian dari Ushul Ad-Din (pokok-pokok agama). Untuk menjelaskan hal itu, kami telah cukup banyak menyebutkan argumentasi amat kuat serta bukti-bukti yang terang benderang, baik berupa dalil-dalil 'aqliyah maupun naqliyah. Kami mempersilakan para peneliti menelaahnya dalam kitab karangan kami berjudul Sabil Al-Mu'minin yang di dalamnya telah kami jelaskan setiap jalan menuju kebenaran dan kami singkapkan dengan kekuatan logikanya setiap awan kegelapan yang menghadang. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.▪
CATATAN KAKI
[1] Dalam kitab Shahih Muslim terdapat banyak hadits yang serupa dengan ini. Silakan Anda pelajari pada jilid I, bab "Keimanan yang Membawa Seseorang Masuk ke dalam Surga" dan bab "Tentang Oiang yang Menghadap Tuhannya dengan Kebulatan Iman yang Mantap, Akan Dimasukkan dalam Surga dan Dihindarkan dari Api Neraka". Dan juga pada jilid yang sama ini akan Anda temukan kabar-kabar gembira yang memuaskan hati seoiang Mukmin yang percaya kepada Allah dan Hari Akhir.
[2] Dia adalah seorang kaya raya, pemurah dan mulia serta kawan bepergian para raja. Sehingga ia dijadikan contoh teladan atau perumpamaan dalam kemuliaan seperti dalam bait di bawah ini:
Tiada tempat menggembala lebih baik daripada Sa'dan
Tiada air lebih jernih daripada Shaddâ`
Tiada pemuda kesatria seperti Malik
Mengenai Malik ini akan kami nukilkan peristiwa yang terjadi padanya bersama Khalid bin Walid pada Bab VII yang akan datang. * Sebuah ungkapan yang biasa diucapkan oleh seseorang kepada orang lain yang sangat dicintainya — penerjemah.
[3] Bagaimanakah pendapat para pengikut mazhab Wahhabi tentang isi hadits shahih ini yang bertentangan dengan doktrin mazhab mereka? (Yakni bahwa para sahabat meminta Nabi SAW shalat di tempat itu, demi memperoleh berkahnya — penerjemah.).
[4] Demikianlah yang termaktub dalam Shahih Bukhari yang naskahnya ada pada saya. Mungkin yang benar ialah Malik bin Dukhsyum (dengan m) bukan Dukhsyun (dengan n). Nama lengkapnya: Malik bin Ad-Dukhsyum bin Ghunm bin 'Auf bin 'Amr bin 'Auf, yaitu salah seorang yang pemah turut serta dalam peperangan Badr dan peperangan-peperangan sesudahnya. Dia pulalah yang menawan Suhail bin 'Amr pada peiang Badr. Kendatipun demikian ia dikenal tebagai seorang munafik. Hanya Allah saja yang lebih tahu tentang keadaannya yang sebenarnya.
[5] Karena seorang muwahhid, dari kalangan Muslim, walaupun ia melakukan dosa terbesar pun, tidak akan mendapat siksaan sepedih orang-orang musyrik (meskipun seandainya si musyrik ini tidak melakukan dosa apa pun selain kemusyrikannya).
[6]Karena setiap penganut mazhab Imamiyah maupun Sunnah, kedua-duanya beriman kepada Allah, membenarkan Rasulullah SAW, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadhan, beriman kepada Hari Kebangkitan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, sebagumana yang disaksikan oleh perkataan dan perbuatan mereka, dan seperti yang dapat disimpulkan secara pasti dari buku-buku mereka, yang lama maupun yang baru, dan yang ringkas maupun yang terinci. * Yang dimakmd dengan walayah atau wilayah ialah mendukung, mencintai dan menjadikan keluarga Rasulullah sebagai wali atau pemimpin yang diikuti -- penerjemah.
[Dari berbagai sumber]
Posting Komentar