Benarkah Isra' Mi'raj Hanya Cerita Untuk Menutup Aib Rasulullah SAW?


Bismillahirrohmanirrohim.
Kisah Isra’ Mi’raj dari rumah ummu Hani adalah cerita palsu yang diangkat dari hadits palsu. Bukan hanya diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq, tapi diriwayatkan pula oleh Al-Kalbi - seorang pendusta besar dan Syi'ah tulen seperti masih banyak lagi orang-orang seperti mereka.

Kisah yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq adalah sebagai berikut:
"Di antara kisah yang sampai kepada saya dari Ummu Hani' binti Abi Thalib berhubung Isra' Rasulullah SAW ialah beliau (Ummu Hani') menceritakan, “Rasulullah SAW tidak diIsra'kan melainkan ketika Baginda SAW berada di rumahku. Baginda SAW tidur di sampingku pada malam itu di rumah ku. Awalnya Baginda SAW shalat Isya' kemudian tidur. KAMI PUN TURUT TIDUR. Sebelum fajar Rasulullah telah mengejutkan kami lalu shalat Subuh. Kami shalat bersamanya."

Setelah itu Rasulullah bersabda, “Wahai Ummu Hani'! Malam tadi saya telah shalat bersama kamu seperti yang kamu tahu di wadi ini. Setelah itu saya pergi ke Baitul Maqdis dan shalat di sana dan sekarang saya shalat Subuh bersama kamu seperti yang kamu saksikan."

"Setelah itu Rasulullah SAW bangkit untuk keluar. Aku memegang hujung selimut Baginda SAW, maka tersingkap perut Nabi SAW bagaikan kain qibti yang berlipat lalu aku pun berkata kepada Baginda SAW, “Wahai Nabiyullah! Janganlah engkau ceritakan perkara ini kepada orang banyak, nanti mereka akan mendustakan engkau dan menyakitimu". Baginda SAW berkata, “Demi Allah! Aku tetap akan menceritakan kepada mereka". Ummu Hani’ berkata, "Akupun memerintahkan seorang sahaya perempuanku berketurunan Habsyi, “Ikutilah Rasulullah SAW. supaya engkau dapat mendengar apa yang disampaikannya kepada orang banyak dan apa pula reaksi mereka terhadap keterangan Baginda itu."
Sebelum itu Ibnu Ishaq telah meriwayatkan peristiwa Isra' Mi'raj yang dinukilnya dari Hasan Basri di mana diceritakan, “Setelah pagi sekembalinya Rasulullah SAW dari Isra' Mi'raj, Baginda SAW menceritakan kepada orang-orang Quraisy peristiwa perjalanannya. Berkatalah kebanyakan orang, “Demi Allah! Pelik betul cerita ini. Jarak yang ditempuh oleh unta sebulan perjalanan dari Mekah ke Syam dan sebulan pula perjalanan kembali dari sana ke Mekah mungkinkah dapat ditempuh oleh Muhammad hanya dalam satu malam dan sudah pula ia sampai ke Mekah?" Maka banyaklah orang-orang yang telah memeluk Islam menjadi murtad. Orang banyak lalu pergi kepada Abu Bakar untuk bertanya kepada beliau.." [Ibid jilid 2 m.s. 32,33 & 34]

Ibnu Ishaq, Ibnu Sa'ad dan al-Kalbi tidak mengemukakan isnad mereka dalam menyampaikan kisah ini. Tetapi Ibnu Jarir, at-Thabari, Baihaqi, Ibnu Abi Hatim, Abu Ya'la dan Ibnu Asakir telah mengemukakan isnad atas kisah ini. Perawi-perawi yang tersebut dalam isnad mereka ialah Abu Ja'far -Ar Razi, Abu Harun Al-Abdi dan Khalid bin Yazid atau Abu Malik. 

Supaya menjadi lebih jelas, mari kita berkenalan dulu dengan para perawi tersebut. 

1. Abu Ja'far ar-Razi
Namanya Isa bin Abi Isa. Lahir di Basrah dan menetap di Ray. Di antara orang yang meriwayatkan dari beliau ialah anak beliau sendiri Abdullah dan Abu Nu'aim. Meskipun Yahya bin Ma'in dan Abu Hatim mengatakan beliau seorang tsiqah namun Ali Ibnu Madini mengatakan beliau seringkali melakukan kesalahan. Riwayat-riwayatnya diragukan. 
  • Fallas berkata, “Ingatannya sangat jelek." 
  • Ibnu Hibban berkata, “Dia seringkali mengemukakan riwayat-riwayat yang mungkar dengan menghubungkannya kepada Imam-Imam yang masyhur." 
  • Abu Zur'ah berkata, “Dia selalu mengalami kepikunan pikiran (waham)." 
  • Imam Zahabi berkata, “Dia telah mengemukakan peristiwa Mi'raj dalam satu riwayat yang panjang melalui Rabi' bin Anas. Diambilnya dari Abu al-'Aaliah yang mengutip dari Abu Hurairah. Di dalam riwayatnya itu banyak sekali perkara-perkara mungkar." [Mizan al-I'tidal jilid 3 m.s. 320] 
  • Imam Zahabi telah menghukumi riwayat ini mungkar karena terdapat dalam sanadnya nama Abu Ja'far ar-Razi, karena kecacatan pada buruknya ingatannya dan beliau selalu mengaitkan cerita dusta terhadap Imam-Imam yang masyhur. 
Bagaimana dengan dua orang lagi perawi dalam isnad tersebut? Mari kita berkenalan dengan perawi berikutnya. 

2. Khalid bin Yazid
  • Abu Malik ad-Dimasyqi - Dia adalah penduduk Damsyik. 
  • Yahya bin Ma'in berkata, “Dia adalah seorang manusia yang lemah". 
  • Imam Ahmad berkata, “Dia tiada bernilai langsung." 
  • Nasa'i berkata, “Dia tidak tsiqah". 
  • Daraquthni berkata, “Dia seorang da'if". 
  • Ibnu Abi al-Hawari menceritakan bahawa, “Saya pernah mendengar Yahya bin Ma'in berkata, “Di Iraq ada sebuah kitab yang perlu dikubur, yaitu tafsir al-Kalbi (yang di kemudian hari terkenal sebagai Tafsir Ibnu Abbas). Di Syam ada pula sebuah kitab yang juga perlu dikubur, yaitu kitab ad-Diyat tulisan Khalid bin Yazid. Hati Khalid ini tidak akan senang jika tidak berbohong tentang ayahnya dan para sahabat". 
  • Ahmad bin Abi al-Hawari ini juga berkata, “Dulu saya pernah menyalin kitab Khalid ini tetapi kemudian saya memberikannya kepada penjual obat untuk dijadikan kertas pembungkus obat-obatnya." Imam Zahabi berkata, “Dia dilahirkan pada tahun 105 H dan wafat ketika berumur 80 tahun." [Lihat Mizan al-I'tidal jilid 1 m.s 654]
Keterangan di atas membuktikan bahawa Khalid bin Yazid adalah seorang yang keterangannya tidak boleh diterima menurut ulama' hadits. Imam Yahya bin Ma'in bahkan mengatakan beliau seorang pendusta besar. Dia banyak berbohong tentang para sahabat. 

3. Abu Harun al-Abdi
  • Namanya ialah Umarah bin al-Juwain. Riwayat-riwayatnya terdapat dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah.
  • Imam Zahabi berkata, “Dhoif." 
  • Hammaad bin Zaid berkata,“Pembohong." 
  • Imam Ahmad berkata, “Tidak bernilai langsung." 
  • Yahya bin Ma'in berkata, “Dia seorang dha'if (lemah). Riwayat-riwayatnya tidak dapat dibenarkan." 
  • Nasa'i berkata, “Matrukul hadits (seorang yang ditinggalkan dan tidak dipakai haditsnya)." 
  • Ibnu Hibban berkata, “Dia selalu mengaitkan riwayat-riwayatnya dengan Abu Sa'id al-Khudri yaitu riwayat-riwayat yang tidak pernah dikemukakan oleh Abu Sa'id." 
  • Imam Syu'bah berkata, “Kalau aku diberi pilihan di antara 2 perkara, apakah aku dibunuh atau mengemukakan kepada orang banyak riwayat-riwayat Abu Harun, maka aku akan memilih supaya dibunuh, aku tidak akan mengemukakan riwayatnya. Sebelumnya aku selalu mempertanyakan kepada setiap kafilah yang datang, tetapi kemudian dia datang ke Basrah. Padanya ada sebuah kitab. Aku membaca kitab itu dan aku mendapati dia menuliskan keburukan-keburukan Ali di dalamnya." 
  • Iman Daraquthni berkata, "Dia seorang yang senantiasa berubah-ubah. Kadang-kadang menjadi seorang Rafidhi (Syi'ah), kadang-kadang menjadi seorang Khariji (Khawarij)."
  • Ibnu Hibban berkata, “Riwayat-riwayat yang dikaitkannya dengan Abu Sa'id al-Khudri semuanya bohong. Abu Sa'id tidak pernah meriwayatkannya begitu." 
  • Jauzajani berkata, “Abu Harun adalah seorang pendusta besar. Dia selalu menuduh para sahabat dengan pelbagai tuduhan." 
  • Syu'bah berkata lagi, “Pernah aku pergi kepadanya dan meminta supaya ia menunjukkan kepadaku riwayat-riwayat yang dikaitkannya dengan Abu Sa'id. Dia meletakkan sebuah kitab di hadapanku. Di antara yang tersebut di dalam kitab itu ialah Abu Sa'id al-Khudri berkata bahwa Utsman bin Affan telah benar-benar kufur terhadap Allah s.w.t. sebelum beliau wafat. Aku mengembalikan kitab itu kepadanya dan langsung pulang."
Itulah Abu Harun al-Abdi yang menulis tentang keburukan-keburukan Sayyidina Ali dan juga keburukan-keburukan Sayyidina Utsman. Jika orang seperti ini mengemukakan riwayat yang menyebut bahwa, "Setelah Nabi SAW menceritakan peristiwa Isra' Mi'raj yang dialaminya, maka murtadlah sekian banyak orang-orang yang telah memeluk Islam"; barangkali menurut Abu Harun al-Abdi ini tentunya termasuk juga Sayyidina Ali dan Sayyidina Utsman, sebab ketika itu masih belum banyak orang-orang yang telah memeluk agama Islam.
  • Yahya bin Ma'in berkata, “Abu Harun mempunyai satu sahifah yang dipanggilnya Sahifah al-Washi (penerima wasiat atau Sahifah Ali). 
  • Saleh bin Muhammad berkata pula bahwa, “Abu Harun lebih bohong daripada Firaun. Dia telah meninggal dunia pada tahun 134H." [Lihat Mizanu al-I'tidal jilid 3 m/s 173-174].
Demikian sekilas cerita tentang perawi-perawi kisah Isra' Nabi SAW dari rumah Ummu Hani'. Mereka terdiri dari orang-orang Syi'ah atau yang menyerupainya, seperti Ibnu Ishaq yang telah pula dihukumi oleh para ulama' Rijal dengan berbagai hukuman seperti dikemukakan di atas.

Sekarang mari kita cermati riwayat tersebut dengan neraca dirayah dan logika untuk menentukan di mana letak kepalsuannya sekaligus untuk mengetahui apa sesungguhnya tujuan para pemfitnah ini.
  1. Peristiwa Isra' Mi'raj terjadi sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Pada waktu itu Ummu Hani' masih belum memeluk Islam. Beliau memeluk Islam setelah Mekah ditaklukkan oleh Rasulullah SAW pada tahun 8 Hijriah.
  2. Shalat Isya' dan shalat Subuh baru diwajibkan sejak peristiwa Isra' mi'raj. Lantas, mungkinkah Rasulullah SAW shalat Isya' dan shalat Subuh bersama Ummu Hani' yang belum Islam di rumahnya, sedangkan perintah untuk melaksanakan kedua shalat itu sendiri belum pernah diturunkan? 
  3. Siapakah yang dimaksudkan oleh Ummu Hani' sebagai 'kami' dalam riwayat ini: ” ..... Kami shalat bersama Nabi"? Jika yang dimaksudkannya termasuk suaminya Hubairah, maka ummu Hani tidak sendirian, sedangkan suaminya adalah satu di antara sekian musuh bebuyutan Rasulullah SAW. Bahkan setelah Mekah ditaklukkan oleh Rasululah SAW pun, dia tetap menolak untuk memeluk Islam. Sebaliknya, ia memilih lari ke Najran. Dari sana kemudian ia berangkat ke Roma lalu menganut Kristen dan mati sebagai seorang Kristen.
  4. Tercatat juga dalam Sirah bahwa Nabi SAW pernah melamar Ummu Hani' kepada Abu Thalib sebelum Baginda menikah dengan Khadijah, tetapi Abu Thalib menolak mentah-mentah lamaran itu dengan alasan Nabi seorang yang miskin dan tidak mulia. Setelah itu Abu Thalib menikahkan Ummu Hani' dengan Hubairah yang merupakan musuh bebuyutan Rasulullah SAW.
Dalam keadaan seperti itu, wajarkah Rasulullah SAW bermalam di rumah Ummu Hani'?

Dasar musuh-musuh Islam merekayasa cerita dengan maksud menebarkan tuduhan keji seperti itu terhadap Rasulullah SAW adalah sbb: 
  1. Jika kita andaikan Hubairah pada malam itu berada di rumah, maka ini menunjukkan betapa tidak tahu malunya Nabi SAW karena bermalam di rumah seorang yang menganggap Nabi sendiri sebagai orang miskin dan tidak mulia dibandingkan dengannya. Di atas semua itu, bagaimana mungkin Rasulullah SAW bisa bermalam di rumah musuhnya? Mustahilkah Hubairah juga mengetahui bahwa Nabi SAW pernah melamar Ummu Hani' sebelumnya? Tidakkah timbul rasa cemburu di dalam hati Hubairah, karena boleh jadi musuh bebuyutannya itu masih menaruh hati kepada isterinya? 
  2. Jika diandaikan bahwa pada malam itu Hubairah tidak berada di rumah pula, maka cerita ini akan membuka peluang seluas-luasnya bagi siapapun untuk meragukan kesucian pribadi Rasulullah SAW karena digambarkan tidur di rumah seorang perempuan yang pernah dilamarnya dulu, saat suaminya tidak berada di rumah. Malah cerita ini dibuat untuk menunjukkan betapa intimnya perhubungan Nabi SAW dengan Ummu Hani'. Keadaan ini dapat dilihat dengan jelas pada keesokan paginya bila mana Nabi SAW bersedia untuk keluar memberitahu orang banyak tentang Isra' Mi'rajnya, bagaimana Ummu Hani memegang ujung selimutnya sehingga terlihat perut beliau yang digambarkan seperti kain qibti yang berlipat.
  3. Kisah ini jelas bertentangan dengan Al-Quran dan hadits-hadits shahih menurut ilmu ushul hadits. Sedangkan salahsatu tanda kepalsuan sesuatu hadits adalah apabila ia bertentangan dengan Al-Quran dan hadits-hadits shahih.
  4. Tidak dapat diterima akal sama sekali bila Nabi meninggalkan rumahnya sepanjang malam untuk bermalam di rumah seorang perempuan asing sementara di rumah beliau sendiri ada dua orang putrinya yaitu Fatimah dan Ummi Kultsum. Dalam kisah ini tidak diterangkan kepada siapa beliau menitipkan mereka berdua dan untuk apa beliau bermalam di rumah Ummu Hani'.
  5. Tindakan Ummu Hani' memegang ujung selimut Nabi pada keesokan paginya menunjukkan dengan jelas bahwa Hubairah tidak berada di rumah. Jika Hubairah tidak ada di rumah, maka siapa lagikah yang tidur di rumah Ummu Hani ' pada malam itu dan shalat secara berjamaah? Sesungguhnya kisah ini merupakan satu serangan yang amat dahsyat terhadap kesucian pribadi Rasulullah SAW yang tidak mungkin direkayasa kecuali oleh musuh-musuh beliau.
  6. Dalam riwayat Hasan Basri disebut pula bahwa setelah Rasulullah SAW mengisahkan peristiwa Isra' Mi'raj, maka murtadlah banyak orang yang telah memeluk Islam. Tetapi tidak ada dalam riwayat ini disebutkan nama orang-orang yang murtad itu. Siapa sajakah mereka? Sedangkan orang-orang yang memeluk agama Islam ketika itu belum begitu banyak. Nama-nama mereka pun disebutkan dengan jelas dalam kitab-kitab Sirah. Sesungguhnya kisah ini sekaligus juga merupakan serangan terhadap keikhlasan dan keteguhan iman para sahabat Nabi yang merupakan rekayasa musuh-musuh Nabi dan para sahabat semata.
  7. Sebenarnya orang-orang yang mengarang kisah ini adalah orang-orang Syi'ah seperti yang terbukti pada latar belakang perawi-perawinya sebagaimana telah disebutkan di atas. Setiap cerita rekaan Syi'ah pasti akan mengandung unsur yang melebih-lebihkan Sayyidina Ali serta mengistimewakannya dari sahabat-sahabat Nabi yang lain. Bukankah Ummu Hani' ini kakaknya Sayyidina Ali, anaknya Abu Thalib? Bagaimana Syi'ah akan melepaskan peluang ini? Mereka tidak menerima sesuatu peristiwa besar yang terjadi pada Rasulullah SAW tanpa adanya peranan Sayyidina Ali atau keluarganya di balik peristiwa itu.
Wallahu'alam bishshawab.


Posting Komentar