Islam, ancaman bagi dunia barat

Dalam waktu seratus tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad, para penggantinya (khalifah-khalifah) mendirikan suatu kerajaan yang lebih besar daripada Roma. Guncangan terhadap tata internasional dan terutama Kristen tak tepermanai. Adalah sesuatu yang sulit diterima oleh akal bahwa suku-suku di Arab mampu bersatu dan menundukkan kerajaan Byzantium (Roma Timur) dan kerajaan Persia (Sassaniah), dan menjelang akhir abad itu mampu menciptakan wilayah kekhalifahan yang terbentang dari Afrika Timur sampai India.

Banyak alasan mengapa ekspansi Arab itu cepat dan berhasil: terkurasnya kekuatan kekaisaran Byzantium dan Persia setelah peperangan bertahun-tahun, ketidakpuasan rakyat kepada penguasa, keterampilan para prajurit Badui, dan daya tarik pampasan perang. Namun, faktor yang utama adalah berdirinya negara dan peran Islam dalam mempersatukan berbagai suku dan memberikan pengertian akan arti dan tujuan yang lebih besar. [Read More - not available]


Maaf, buku online dari Swara Muslim sudah tidak tersedia.
Sebagai pengganti, selanjutnya silahkan simak yang berikut ini:

ISLAM ANCAMAN TERBESAR BAGI PERADABAN BARAT DAN KRISTEN EROPA


Islam dan Barat, atau Barat dan Islam, adalah kisah benturan peradaban yang langgeng dan tak kunjung usai. Selama hampir 1.300 tahun orang-orang Eropa memandang Islam sebagai ancaman terbesar bagi peradaban dan kebudayaan mereka. Penyebab awalnya berkaitan dengan persoalan sistem kepercayaan yang berbeda, baru kemudian dikaitkan dengan masalah ekonomi, politik, dan kebudayaan. Karenanya sejak itu pula mereka menyusun berbagai siasat dan strategi untuk menghancurkan dan memorakporandakan kebudayaan serta peradaban Islam.

Untuk memahami akar dari prasangka dan anggapan Barat bahwa Islam merupakan ancaman terbesar bagi peradaban dan kebudayaan mereka, kita perlu melihat sejarah di belakang kita — tepatnya ketika agama Islam muncul sebagai agama baru pada abad ke-7 M.

Berawal dari doktrin akidah
Ketika agama Islam muncul dan berkembang dengan pesatnya, kekaisaran Byzantium baru saja mengalahkan kemaharajaan Persia di Hilal Subur, Irak, tidak jauh dari perbatasan Semenanjung Arab yang telah dikuasai kaum Muslimin. Selama hampir sepuluh abad dua adikuasa ini terlibat dalam peperangan memperebutkan wilayah-wilayah yang strategis, khususnya di Timur Tengah dan Afrika Utara. Pada abad ke-7 M itu pula agama Kristen telah mapan dan mantap sebagai agama resmi kekaisaran Byzantium. Doktrin trinitas telah disahkan sebagai satu-satunya akidah Kristen yang diakui. Mazhab-mazhab Nasrani lain yang tidak mengakui trinitas dan ketuhanan Yesus seperti aliran Nasaritah (Nestoria), Yaakibah (Yacobian), Koptik, dan lain-lain dianggap sebagai aliran sesat. Sejalan dengan itu, Injil Barnabas juga tidak diakui karena mengandung ajaran yang cenderung menolak ketuhanan Yesus.

Tetapi tidak lama setelah Byzantium memeroleh kemenangan atas Persia, pasukan kaum Muslimin menyapu bersih kemarahajaan Persia dan wilayah-wilayah yang dikuasai Byzantium misalnya Syam, Palestina, Mesir, Irak, dan Yaman. Wilayah-wilayah ini sangat strategis karena merupakan gerbang masuk ke daratan Asia dan laluan perdagangan internasional yang menghubungkan Asia dengan Eropa dan Afrika. Anggapan bahwa Islam merupakan ancaman besar benar-benar menjadi kenyataan dan bukan merupakan isapan jempol.

Telah dikatakan bahwa anggapan orang Eropa Kristen terhadap Islam sebagai ancaman besar berakar dalam perbedaan yang menyolok antara akidah dan doktrin Kristen dengan akidah dan doktrin Islam. Lahirnya agama Islam dan pesatnya perkembangan agama ini dalam waktu yang relatif singkat, menumbuhkan perasaan benci yang amat mendalam. Betapa tidak. Doktrin trinitas yang mereka agungkan digugat habis-habisan oleh ajaran tauhid Islam. Yesus Kristus yang mereka yakini sebagai putra Tuhan, dianggap hanya sebagai nabi seperti halnya nabi-nabi lain sebelum Isa. Islam juga menolak anggapan bahwa yang mati di palang salib adalah Yesus Kristus untuk menebus dosa umat manusia. Bagi Islam yang mati di palang salib adalah orang lain yang rupanya mirip Nabi Isa AS. Nabi Isa sendiri raib entah ke mana berkat pertolongan Tuhan.

Orang Islam juga yakin bahwa Injil yang berada di tangan orang Nasrani dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, bukanlah kitab Injil yang pernah diwahyukan kepada Nabi Isa dalam bahasa Suryani (Syria Kuno). Memang, seperti halnya orang Kristen, orang Islam percaya pada hari kebangkitan serta surga dan neraka. Namun tentang pahala yang diperoleh orang beriman di surga, terdapat perbedaan yang menggelisahkan bagi orang Kristen. Orang Islam percaya bahwa penghuni surga akan hidup bahagia bersama pasangan mereka yang cantik atau tampan. Orang Kristen beranggapan bahwa orang Islam patuh menjalankan syariat agama karena mempunyai pamrih sensual dan seksual. Agama Kristen melarang penganutnya berpoligami, agama Islam membenarkan poligami. Ini menjadi sasaran kecaman orang Barat terhadap Islam berikutnya.

Persoalan-persoalan tersebut ditambah lagi dengan kenyataan bahwa akhir abad ke-8 M, setelah berhasil menguasai Andalusia dan semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal sekarang), pasukan kaum Muslimin berhasil menerobos wilayah Prancis, salah satu jantung utama peradaban Kristen pada masa itu. Pada abad ke-16 dan ke-17 M, peristiwa serupa terulang lagi. Pasukan Turki Usmani memorak-porandakan Eropa yang selama satu milenium membangun peradaban dan kebudayaan dengan tenang, tanpa gangguan yang berarti dari luar benua itu. Bahkan pada abad ke-18 dan ke-19 M, ketika kekuasaan kolonial Eropa (Spanyol, Portugal, Inggris, Belanda, dan Prancis) telah mencengkeram banyak negeri dunia termasuk wilayah kaum Muslimin yang luas, sekali lagi pasukan Turki Usmani yang perkasa menusuk jantung Eropa dan memorak-porandakan kota-kota mereka. Mereka hampir saja menguasai Hongaria dan Austria, pintu masuk utama ke Eropa Barat dan Skandinavia. Kenyataan ini semakin memperkuat anggapan Barat bahwa Islam adalah agama pedang yang disebarkan melalui peperangan dan tindakan kekerasan, dan karenanya merupakan ancaman besar bagi peradaban Eropa. Untuk membendungnya merupakan kewajiban bangsa Eropa, sebab kalau dibiarkan tatanan dunia akan porak poranda disebabkan hadirnya agama yang lahir di padang pasir Arabia yang tandus itu.

Lupa
Namun Barat lupa bahwa lebih sepuluh abad sejak tahun 600 SM hingga abad ke-7 M saat lahirnya agama Islam, tidak henti-hentinnya kemaharajaan Romawi dan Makedonia menggobrak-abrik wilayah yang dihuni orang-orang Semit dan Persia, yang nantinya akan berbondong-bondong memeluk agama Islam. Mereka lupa bahwa kerajaan-kerajaan nenek moyang bangsa Arab seperti Hira, Petra, Himyar, Palestina, dan lain-lain telah berulang kali diserbu dan menjadi ajang rebutan kekaisaran Romawi dan Persia. Selama beberapa abad pula orang Arab hidup di bawah penjajahan bangsa Romawi. Orang Arab baru memeroleh kesempatan merebut kembali wilayah nenek moyang mereka setelah datangnya agama Islam. Itulah sebabnya, bagi bangsa Arab agama Islam dipandang sebagai agama yang membebaskan dan menyelamatkan, serta dapat memersatukan mereka. Jadi pandangan mereka sangat berbeda dari pandangan orang Eropa yang menetapkan Islam sebagai sumber bencana dan malapetaka.

Perang Salib yang berlangsung selama hampir dua abad (1096-1270 M) dalam enam gelombang, menambah parah kebencian orang Eropa terhadap Islam, dan sebaliknya orang Islam terhadap Eropa Kristen. Orang Eropa jengkel karena tidak memeroleh kemenangan yang diharapkan dari peperangan yang lama itu dan tidak pula berhasil merebut Yerusalem tempat salib suci disimpan. Ketika itu kekuasaan Bani Saljuq di wilayah Irak, Iran, dan sebagian Asia Tengah sedang mencapai puncaknya. Pada akhir abad ke-11 M, Armenia yang merupakan wilayah paling timur dari kekaisaran Byzantium ditaklukkan oleh pasukan Saljuq. Perang dahsyat berkobar pada tahu 1071 di Manzicert, dekat perbatasan Armenia dan Anatolia. Tentara Byzantium mengalami kekalahan telak. Hasrat Byzantium untuk membalas kekalahannya itu berubah menjadi perang agama.

Dalam Encyclopaedia of World History (1956:255) William K Langer menggambarkan sebab-sebab timbulnya Perang Salib I (1906-1099). Menurut Langer, perang ini bermula dari permintaan bantuan pasukan dari kaisar Byzantium kepada Paus Gregorius VII. Setelah bala bantuan datang dari berbagai negara Eropa, berupa 300 ribu tentara reguler, Paus Gregorius VII mengubah bantuan militer menjadi Perang Suci (Perang Salib) melawan tentara Islam yang dianggapnya kafir. Hasrat Byzantium untuk berperang ditambah lagi dengan berita-berita buruk yang disebarkan para peziarah Kristen yang berkunjung ke Yerusalem. Setelah mereka kembali ke kampung halamannya, mereka menebar isu bahwa orang Kristen di Yerusalem dan Palestina banyak yang dianiaya dan disiksa, serta wanita-wanita mereka diperkosa oleh tentara Saljuq. Ini menimbulkan amarah kasir Byzantium di Konstantinopel. Berita pun segera tersebar ke seluruh daratan Eropa.

Ketika itu sedang terjadi pula pergolakan internal dalam tubuh gereja Katolik. Gereja Romawi dan Gereja Yunani Ortodoks saling bersaing merebut kepemimpinan umat Kristen. Paus Gregorius VII berkeinginan menjadikan Perang Salib itu sebagai upaya menyatukan Dunia Kristen. Pada saat Perang Salib sedang digodok, Paus Gregorius VII diganti oleh Paus Victor II dan Victor II diganti pula oleh Paus Urbanus II (1088-1099). Ketika Paus Urbanus II dinobatkan muncul pula Paus tandingan berkedudukan di Auvergne, Prancis, yaitu Paus Clement III (1084-1100). Kaisar Alexius dari Byzantium selain meminta bantuan Paus di Roma, juga mengimbau seluruh umat Nasrani di Eropa untuk membantu rencana perangnya. Dalam imbauannya Kaisar Byzantium menjanjikan bahwa barang siapa berani bergabung dengan tentara salib, sebagai balas jasanya akan dilimpahi kekayaan dan memeroleh wanita-wanita Yunani yang cantik jelita.

Perang Salib tambah berkobar disebabkan khutbah keliling yang dilakukan seorang rahib bernama Peter the Hermit. Menurut sang rahib barang siapa yang ikut berperang membela kehormatan agama Kristen akan mendapat pengampunan dosa, walaupun dahulunya ia seorang penyamun dan penjahat. Demikianlah tentara Salib berangkat ke medan perang pada bulan Agustus 1095 dan pada permulaan tahun 1096 perang pun berkobar. Meskipun tentara Salib mengalami kekalahan di Anatolia dan Armenia, mereka berhasil menguasai Yerusalem selama beberapa tahun.

Tembok pemisah
Fakta-fakta yang telah dikemukakan cukup memberi gambaran bahwa sejak awal orang Eropa atau Barat memerlihatkan sikap bermusuhan terhadap Islam, baik Islam sebagai agama ataupun Islam sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan peradaban berbeda dari mereka. Selama beberapa abad kekaisaran Byzantium di Konstantinopel berhasil membangun tembok tinggi yang memisahkan secara tegas antara dunia Islam di Timur dan dunia Kristen di Barat. Kesalahpahaman Eropa terhadap Islam adalah buah yaang dihasilkan oleh pembangunan tembok pemisah antara dua peradaban ini. Sumber-sumber Byzantium yang memandang Islam sangat buruk dalam semua aspek dari ajaran agamanya dijadikan kacamata Barat dalam memandang dan menyikapi Islam.

Dikatakan misalnya bahwa agama Islam tidak lebih dari aliran sesat dan bentuk kermutadan yang timbul dari agama Kristen. Dengan kata lain, Islam adalah ajaran Kristen yang menyimpang. Muhammad adalah nabi palsu, yang memeroleh pengetahuan agama dari seorang pendeta Kristen bernama Bahira. Kitab suci al-Quran pula dianggap sebagai kitab yang dibawa di atas tanduk lembu putih. Lebih jauh dikatakan bahwa Nabi Muhammad adalah tukang sihir yang berhasil meyakinkan orang banyak bahwa dia memeroleh wahyu dari Tuhan setelah melakukan ritual yang menjijikkan, yaitu melakukan hubungan seksual dengan banyak wanita di luar nikah.




Posting Komentar