Latar belakang sejarah Judaisme dan Kristen

Kristen pada mulanya adalah salah satu mazhab dari agama Yahudi era Haikal ke-2, tetapi kemudian terpisah dari agama Yahudi pada abad pertama tarikh Masehi.

Perbedaan-perbedaan antara agama Kristen dan agama Yahudi awalnya berkisar seputar soal benar tidaknya Yesus adalah Almasih bangsa Yahudi, tetapi perbedaan-perbedaan ini akhirnya mustahil terukunkan.

Perbedaan-perbedaan utama antara kedua umat ini antara lain adalah pandangan tentang fitrah Almasih, penebusan, dosa, status titah-titah Tuhan kepada bangsa Israel, bahkan hakikat Tuhan itu sendiri! 

Dampak dari perbedaan-perbedaan ini, agama Yahudi secara tradisonal menganggap Kristen sebagai syituf (syirik), yakni agama yang menyembah Tuhan bangsa Israel dengan cara dan pemahaman yang tidak mencerminkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di lain pihak, Kristen secara tradisional menganggap agama Yahudi tidak lagi diperlukan sesudah wujudnya agama Kristen, dan bahwasanya bangsa Yahudi sudah tergantikan oleh Gereja, kendati keyakinan Kristen mengenai teologi dua perjanjian muncul sebagai fenomena sesudah umat Kristen merenungkan dampak teologi agama mereka terhadap Holokaus Nazi.

Sedari Abad Pertengahan, Gereja Katolik berpegang teguh pada Constitutio pro Judæis (pernyataan resmi mengenai umat Yahudi), yang berbunyi:
Dengan ini kami maklumkan bahwa tak seorang Kristen pun dibenarkan memaksa mereka untuk dibaptis dengan menggunakan kekerasan, jika mereka tidak rela dan menolak dibaptis. Tanpa keputusan pejabat politik setempat, tak seorang Kristen pun dibenarkan untuk mencelakai, membunuh, dan merampas uang mereka, maupun mengubah kebiasan-kebiasaan baik yang sudah lumrah diamalkan di tempat mereka bermukim.
Sebelum beremansipasi pada akhir abad ke-18 dan abad ke-19, orang Yahudi yang berdiam di negeri Kristen harus tunduk pada perintah-perintah dan larangan-larangan hukum yang merendahkan martabat mereka, antara lain perintah mengenakan pakaian tertentu sebagai tanda Yahudi semisal topi Yahudi dan lencana kuning, larangan menetap selain di kota-kota besar dan kota-kota kecil tertentu atau bermukim di luar kawasan-kawasan tertentu (kampung Yahudi) di dalam sebuah kota, dan larangan berkecimpung di bidang-bidang usaha tertentu semisal usaha dagang pakaian baru di Swedia pada Abad Pertengahan. Selain itu, orang Yahudi juga dikenai pajak-pajak khusus, disisihkan dari kehidupan bermasyarakat, dihalang-halangi menunaikan ibadat, dan dilarang berbahasa asing. Ada pula negara-negara yang mengusir umat Yahudi dari wilahnya, seperti Inggris pada tahun 1290 (diizinkan masuk kembali pada tahun 1655), dan Spanyol pada tahun 1492 (diizinkan masuk kembali pada tahun 1868). 

Pemukim-pemukim Yahudi pertama di Amerika Utara tiba di Nieuw Amsterdam, koloni Belanda, pada tahun 1654. Warga-warga Yahudi pertama ini tidak dibenarkan menjadi pejabat publik, membuka toko pengecer, maupun mendirikan sinagoga. Sesudah Nieuw Amsterdam direbut Inggris pada tahun 1664, hak-hak warga Yahudi tidak mengalami peningkatan, tetapi Asser Levy menjadi orang Yahudi pertama yang duduk sebagai anggota dewan juri pengadilan di Amerika Utara pada tahun 1671. 

Pada tahun 1791, negara Prancis yang baru saja mengalami revolusi menjadi negara pertama yang menghapus segala macam aturan khusus bagi orang Yahudi, disusul oleh Prusia pada tahun 1848. Emansipasi orang Yahudi Inggris Raya terwujud pada tahun 1858, sesudah hampir 30 tahun lamanya diperjuangkan oleh Isaac Lyon Goldsmid. Orang Yahudi akhirnya diperbolehkan menjadi anggota parlemen dengan disahkannya Undang-Undang Keleluasaan Orang Yahudi tahun 1858. Kekaisaran Jerman menghapus segala macam aturan khusus bagi orang Yahudi di Jerman pada tahun 1871, yang kelak diberlakukan kembali dengan Undang-Undang Nürnberg pada tahun 1935.

Ketenteraman hidup umat Yahudi di negeri-negeri Kristen sering kali dirongrong dengan aksi-aksi fitnah darah, pengusiran, paksaan berpindah agama, bahkan pembantaian. Prasangka buruk terhadap agama Yahudi merupakan biang keladi persekusi terhadap umat Yahudi di Eropa. Retorika dan antipati Kristen terhadap umat Yahudi muncul pada tahun-tahun permulaan sejarah agama Kristen dan disuburkan oleh aksi-aksi anti-Yahudi yang kian lama kian marak pada abad-abad selanjutnya. Perlakuan umat Kristen terhadap umat Yahudi juga mencakup tindak kekerasan bahkan pembunuhan yang berpuncak pada Holokaus. 

Perlakuan semacam ini dipicu oleh dakwah Kristen, dalam seni rupa dan ajaran-ajaran yang memasyarakat selama dua milenia, yang mengungkap pandangan hina terhadap orang Yahudi, serta dalam statuta-statuta yang sengaja dirancang untuk mempermalukan dan melekatkan citra buruk pada orang Yahudi. Partai Nazi dikenal gemar menindas komunitas-komunitas umat Kristen; beberapa di antaranya, semisal Gereja Bersaksi, Gereja Katolik,Kaum Quaker, dan Saksi Yehuwa, menolong dan menyelamatkan orang-orang Yahudi yang menjadi incaran rezim antiagama itu.

Sikap umat dan denominasi-denominasi Kristen terhadap bangsa dan agama Yahudi sudah berubah ke arah yang lebih positif semenjak Perang Dunia II. Paus Yohanes Paulus II dan Gereja Katolik "menjunjung tinggi pengakuan Gereja akan status terpilih yang bersifat permanen dan berkesinambungan dari bangsa Yahudi" maupun pengukuhan kembali perjanjian antara Tuhan dan bangsa Yahudi. Pada bulan Desember 2015, Vatikan mengeluarkan antara lain sepucuk dokumen berisi 10.000 kata, yang menegaskan bahwa umat Katolik harus bahu-membahu dengan umat Yahudi dalam memerangi antisemitisme.

Posting Komentar