Dalam salahsatu threadnya berjudul Satu Cerita Tiga Versi Dalam Alquran di forum diskusi GUS MENDEM DAN KAWAN-KAWAN, dengan bermodalkan studi terjemah Al-Qur'an dan riwayat urutan turunnya surah-surah Al-Quran, sparing-partner lama saya; Theos Anner, MEMPERTANYAKAN periwayatan 'pertemuan' nabi Musa dengan Allah yang menurutnya tidak konsisten karena bentuk penulisan dalam ayat-ayat (dia menukil QS. 27:7-12; QS 28:29-35; dan QS 20:9-36) yang merujuk kepada peristiwa tsb yang ditudingnya sebagai kontradiktif.
Intinya -- seperti mudah sekali ditebak -- dia ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa firman ALLAH dalam Al-Qur'an mencla-mencle, dan hal ini sudah tentu cukup dijadikan alasan untuk mengajak seluruh pembaca supaya rame-rame meragukan kebenaran Ilahiyah dalam Al-Qur'an.
Sebetulnya tidak ada yang aneh pada periwayatan dalam 3 surah yang ditudingnya sebagai '3 versi' tsb, sebab riwayat dalam QS. 27:7-12 sejatinya adalah 'penggalan' wahyu Allah kepada nabi Muhammad saw yang menceritakan tentang mukjizat tongkat nabi Musa dalam peristiwa -- kita persingkat saja -- pada QS 28:29-30 dan QS 20:9-14.
Sedangkan muatan paling substansial dari QS 28:29-30 dan QS 20:9-14 sebenarnya adalah tentang bagaimana ALLAH MEMPERKENALKAN DIRI kepada nabi Musa.
Dan karena peristiwa ini sama-sama tertulis, baik dalam Al-Qur'an maupun dalam Alkitab, maka cerita selanjutnya menjadi sangat menarik, sebab tela'ah komparatif terhadap dua kitab ini tentang peristiwa yang sama ternyata berujung menjadi bumerang bagi si penggugat Al-Qur'an!
PERIWAYATAN AL-QUR'AN TENTANG PERTEMUAN NABI MUSA DENGAN TUHAN
Ketika beliau keluar dari negeri Madyan untuk kembali ke Mesir, di perjalanan Tuhan memperkenalkan diri-Nya kepada Musa. Al-Qur'an memuat kisah ini dalam 2 rangkaian ayat yaitu pada [QS 28:29-30] dan [QS 20:9-14]
[28:29] Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan".
[28:30] Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam (Innii anaa allaahu rabbu al';aalamiina)
[20:9] Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?
[20:10] Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu".
[20:11] Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa.
[20:12] Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa.
[20:13] Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
[20:14] Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku (Innanii anaa allaahu laa ilaaha illaa anaa fau';budnii wa-aqimi alshshalaata lidzikrii).
Secara jelas Al-Qur'an menginformasikan bahwa Tuhan memperkenalkan diri-Nya dengan nama "Allah", yang tiada "ilah" selain diri-Nya. Informasi ini menunjukkan bahwa nama tersebut merupakan proper name dari Tuhan. BUKAN istilah atau nama jabatan.
Kita menemukan catatan alkitab terhadap peristiwa yang sama pada kitab Keluaran 3:2-14 dengan gaya bahasa yang 'sangat manusiawi' tetapi sedikit agak 'complicated' sbb:
[Keluaran 3:2-14] Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak dimakan api. Musa berkata: "Baiklah aku menyimpang ke sana untuk memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak terbakar semak duri itu?" Ketika dilihat TUHAN, bahwa Musa menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari tengah-tengah semak duri itu kepadanya: "Musa, Musa!" dan ia menjawab: "Ya, Allah." Lalu Ia berfirman: "Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus." Lagi Ia berfirman: "Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub." Lalu Musa menutupi mukanya, sebab ia takut memandang Allah. Dan TUHAN berfirman: "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus. Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka. Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir." Tetapi Musa berkata kepada Allah: "Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?" Lalu firman-Nya: "Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini." Lalu Musa berkata kepada Allah: "Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? - apakah yang harus kujawab kepada mereka?" Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu."
Dalam rangkaian cerita ini terlihat pemakaian istilah untuk Tuhan dengan bermacam-macam sebutan: Malaikat TUHAN, Allah dan TUHAN.
Dalam terminologi Kristen, kata Allah adalah nama jabatan, sedangkan kata TUHAN merupakan terjemahan dari nama diri YHWH (sebagian Kristen melafadzkannya dengan Yahweh, sebagian lain Yehova atau Jehova). Tidak jelas apakah ketika Tuhan akan bertemu dengan Musa, malaikatnya 'mempersiapkan jalan' terlebih dahulu, lalu baru Tuhan muncul dan menyapa Musa.
Dan agak aneh juga ketika Musa menjawab: "ya Allah", maksudnya tentu "ya Tuhan", untuk menunjukkan bahwa Musa sudah mengerti yang menyapanya adalah Tuhan. Dan dialog 'nggak nyambung' ini kembali terjadi ketika Tuhan melanjutkan dengan penjelasan: "Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Ishak dan Yakub." Tentunya ini dimaksudkan sebagai, "Akulah Tuhan dari nenek-moyangmu!"
Lagi-lagi dialog ini terlihat nggak nyambung karena dari caranya menjawab, tampak jelas Musa sudah mengetahui bahwa yang menyapanya adalah Tuhan. Artinya Musa tentu memahami kalau Tuhan yang menyapanya merupakan juga Tuhan dari nenek-moyangnya, kecuali kalau Musa memang belum mengerti menggunakan logika sederhana ini.
Setelah Tuhan menjelaskan siapa diri-Nya dan melanjutkannya dengan perintah agar Musa menyelamatkan kaumnya dari siksaan Fir'aun di Mesir, Musa terkesan ragu. Dan keraguannya itu tampak bukan karena harus berhadapan dengan Fir'aun, tapi justru ditujukan kepada kaumnya sendiri. Musa mengatakan "apabila aku mendapatkan orang Israel" menunjukkan prediksinya bahwa amanat yang akan dia laksanakn akan mendapat tantangan dari kaum Israel sendiri, dan tantangan tersebut pasti terkait dengan pertanyaan: "Siapa yang menyuruh Musa?"
Kembali dialog terlihat aneh karena Tuhan sudah menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan nenek-moyang Musa sekaligus merupakan Tuhan dari kaum Israel yang akan diselamatkan, tapi mengapa Musa masih meragukan sikap dari kaumnya sendiri?
Sebagian tafsir Kristen mengungkapkan perkataan Musa selanjutnya soal pertanyaan tentang nama Tuhan:
"Mah shemo?" [siapakah nama-Nya]. Dalam tata bahasa Ibrani, untuk menanyakan sesuatu atau seseorang, biasanya digunakan bentuk tanya "mi?" Namun penggunaan kata "ma", bukan hanya bermaksud menanyakan nama secara literal namun hakikat atau pribadi dibalik nama itu. [Lihat penjelasannya di sini]
Lalu Tuhan menjawab "Aku adalah Aku" dan "Akulah Aku yang mengutus kamu."
Lebih lanjut penafsiran dari link tersebut:
"Ehyeh Asyer Ehyeh" yang artinya "AKU ADA YANG AKU ADA". Tapi Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkannya dengan sebagai, "AKU ADALAH AKU."
Terjemahan ini tidak tepat. Jika "AKU ADALAH AKU", seharusnya dalam teks Ibrani tertulis "ANOKHI HAYAH ANOKHI". Kenapa? Sebab kata "EHYEH", merupakan bentuk kata kerja imperfek [menyatakan sesuatu yang sedang berlangsung atau belum selesai] dari akar kata "HAYAH".
G. Johanes Boterweck dan Helmer Ringren dalam Theological Dictionary of The Old Testament menjelaskan bahwa kata "Hayah" digunakan dalam Perjanjian Lama dan diterjemahkan dengan opsi sbb:
1. "Exist, be Present" [Ada, Hadir]
2. "Come into Being" [menjadi]
3. Auxilaries Verb [kata kerja bantu]
DR. Harun Hadiwyono dalam bukunya IMAN KRISTEN, menyatakan bahwa kata "Ehyeh" bermakna "Aku Berada." Namun penulis lebih cenderung menerjemahkannya menjadi "AKU [AKAN] ADA!"
Penafsiran tersebut menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyatakan nama diri-Nya. Hal ini berbeda dengan informasi Al-Qur'an yang menyatakannya dengan jelas bahwa Tuhan yang dimaksud adalah ALLAH. Penyebutan nama Tuhan berdasarkan Al-Qur'an tersebut juga bukan berasal dari pertanyaan Musa yang ragu akan sikap kaumnya, tapi merupakan 'inisiatif' Tuhan sendiri. Al-Qur'an mencatat kekhawatiran Musa justru tertuju kepada Fir'aun, bukan kepada bgaimana sikap kaumnya nanti.
[20:45] Berkatalah mereka berdua: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas."
[20:46] Allah berfirman: "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat."
Alkitab melanjutkan ceritanya bahwa pengenalan nama Tuhan dilakukan setelah Musa dan Harun menghadap Fir'aun dan meminta agar dia membebaskan kaum Israel dari penindasan. Lalu Fir'aun bereaksi dengan mempersulit pekerjaan kaum Israel (Keluaran 5:6-19) sehingga membuat Bani Israel berbalik menyalahkan Musa (Keluaran 5:20-21). Akibatnya, Musa 'memprotes' Tuhan (Keluaran 5 :22-23). Setelah itu Tuhan menjanjikan bahwa Dia akan menaklukkan Fir'aun (Keluaran 6:1) dan ini dilanjutkan dengan 'proklamasi' nama Tuhan secara berulang-ulang:
Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa:
"Akulah TUHAN. Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri. Bukan saja Aku telah mengadakan perjanjian-Ku dengan mereka untuk memberikan kepada mereka tanah Kanaan, tempat mereka tinggal sebagai orang asing, tetapi Aku sudah mendengar juga erang orang Israel yang telah diperbudak oleh orang Mesir, dan Aku ingat kepada perjanjian-Ku. Sebab itu katakanlah kepada orang Israel: Akulah TUHAN, Aku akan membebaskan kamu dari kerja paksa orang Mesir, melepaskan kamu dari perbudakan mereka dan menebus kamu dengan tangan yang teracung dan dengan hukuman-hukuman yang berat. Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu, supaya kamu mengetahui, bahwa Akulah, TUHAN, Allahmu, yang membebaskan kamu dari kerja paksa orang Mesir. Dan Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah TUHAN."
Kata TUHAN merupakan terjemahan dari YHWH, suatu nama yang dianggap merupakan nama diri Tuhan dalam kekristenan. Kisah ini menjelaskan bahwa jawaban Tuhan sebelumnya atas keraguan Musa terhadap umatnya tidak bekerja dengan efektif. Pernyataan "Aku adalah Aku" tidak akan bisa meyakinkan orang-orang Israel begitu mereka mendapat tekanan dari Fir'aun, sehingga Tuhan kembali menjelaskan siapa diri-Nya dengan menyatakan nama diri 'YHWH', lalu dilanjutkan dengan janji-janji bahwa kaum Israel yang mau mengikuti Musa akan dibebaskan dari perbudakan dan diberikan negeri yang dijanjikan kepada nenek-moyang mereka.
Ada satu pernyataan yang menarik disini. Ketika Tuhan menegaskan bahwa nama YHWH tersebut belum dinyatakan kepada Abraham, Ishak dan Yakub sekalipun Tuhan telah membuat perjanjian dengan mereka. Lalu dengan memakai nama apa Tuhan membuat perjanjian tsb? Katakanlah ada 2 pihak membuat perjanjian, seharusnya masing-masing pihak mencantumkan nama jelas yang menunjukkan identitasnya, kemudian keduanya membubuhkan tanda-tangan di atas materai sebagai suatu ikatan yang mengikat bagi masing-masing. Sangat aneh kalau ada salah satu pihak tidak mencantumkan nama jelasnya. Itu tidak dapat difahami sebagai suatu perjanjian, atau jika dipaksakan juga, maka merupakan perjanjian yang sangat ganjil. Dan hebatnya lagi, kaum Israel tetap saja tidak mempercayai nama yang disampaikan Musa (Keluaran 6:9)
[Lihat bagaimana alkitab memuat informasi yang simpang-siur tentang kapan nama YHWH pertama kali diperkenalkan di sini]
Persoalan ini tentu saja memunculkan banyak teori dari kalangan Kristen sendiri, dan tidak ada satu pihakpun yang bisa memastikan yang mana dari sekian banyak pendapat mereka yang benar.
- Teori pertama dikemukakan oleh John Mc.Faydyen.
Menurutnya, para Patriakh atau leluhur Israel, belum mengenal nama Yahweh. Mereka hanya mengenal nama El Shaday. Nama Yahweh baru diungkapkan melalui Musa. Nama Yahweh diambil dari suku Keni dan Midian yang sudah tinggal lama di Horeb. Kemudian nama Yahweh diadopsi menjadi nama Tuhan bagi orang Israel.
- Teori kedua dikemukakan oleh Thomas Scott dan Robert Jamieson.
Menurut mereka, ungkapan dalam Keluaran 6:3 bukan suatu pernyataan melainkan suatu bentuk pertanyaan, sehingga menghasilkan bentuk kalimat, "Namun dengan Nama-Ku, Yahweh, belumkah, atau tidakkah Aku memperkenalkan diri pada mereka?"
- Teori ketiga dari Henry Cowles.
Dia menjelaskan bahwa Keluaran 6:3 merupakan kehadiran pewahyuan secara khusus mengenai nama Yahweh, namun bukan berarti untuk pertama kalinya nama Yahweh itu didengar oleh para leluhur Israel. [Lebih lengkap, lihat di sini]
Si penulis lalu menyatakan keberpihakannya kepada teori ketiga dengan menyatakan:
Beberapa kesimpulan penting yang dapat kita peroleh dari kajian singkat ini adalah: Pertama, nama Yahweh sudah dikenal sejak zaman Adam [Kej 2:7], Enos [Kej 4:26] dan leluhur Israel Namun pada zaman Abraham, Yitshaq dan Yakob, sebutan El Shadai lebih populer dan familiar untuk menyebut nama Yahweh. Kedua, nama Yahweh disingkapkan secara definit dan ekslusif pada Musa demi tugas perutusannya. Nama Yahweh dihubungkan sebagai nama yang membebaskan Israel dari perbudakan Mesir, nama yang dihubungkan sebagai pemberi Torah bagi Israel. Ketiga, makna kata "tidak" atau "belum" dalam Keluaran 6:2, bukan bermakna bahwa nama Yahweh sama sekali tidak dikenal. Merujuk pada pengalaman Hagar, yang menamakan Yahweh yang memberi air di padang gurun, sebagai El Roi, maka nama Yahweh sesungguhnya telah dikenal namun lebih familiar dengan sebutan-sebutan pengganti, untuk mensifatkan karakter dan karya-Nya.
Dalam suatu diskusi dengan penulis yang bersangkutan, dia menerima jawaban mengapa sampai nama YHWH tersebut tidak familiar dan populer pada jalan manusia sebelum Musa, dan jawabannya adalah: "Karena manusia semakin jauh terpisah dari Tuhan (Kej 3:24) maka bukan hanya mengakibatkan disorientasi hubungan personal dengannya melainkan pengetahuan mengenai nama pribadinya." Ini jelas merupakan alasan yang kembali menimbulkan tanda-tanya:
1. Karena Kejadian 3:24 bercerita tentang Adam dan Hawa, maka jika alasan tersebut yang digunakan, maka seharusnya pihak yang 'lupa' pada nama Tuhannya adalah Adam dan Hawa. Namun pada Kejadian 4:1 justru Hawa-lah yang dinyatakan menyebut nama tersebut.
2. Jika terkait dengan soal popularitas, maka tentunya harus dijelaskan berapa banyak manusia sebelum jaman Musa yang bertindak jauh dari Tuhan dan berapa banyak yang merupakan hamba-Nya yang taat. Hal ini tidak bisa digeneralisir karena tokh disebut-sebut bahwa nama YHWH sudah dikenal?
Jelas terlihat betapa alasan yang dikemukakan sangat lemah, dan teori-teori yang muncul di sekitar simpang-siur informasi kapan nama YHWH tersebut pertama kali diperkenalkan pun tetap menjadi tanda-tanya besar.
ASAL MULA NAMA YHWH DAN TEMUAN ARKEOLOGI
Dari persepektif Islam, akan muncul pertanyaan: "Jika Al-Qur'an menyatakan bahwa nama tersebut adalah 'ALLAH' sedangkan alkitab menyebutnya YHWH, lalu darimana asalnya nama YHWH tersebut?"
Indikasi tentang asal-mula nama ini bisa kita dapati pada temuan arkeologi berupa prasasti yang dibuat pada jaman Fir'aun Amenhotep III [Baca penjelasannya di sini]
Prasasti tersebut diperkirakan dibuat tahun 1400 BC pada masa pemerintahan Fir'aun Amenhotep III. Fir'aun ini termasuk salah seorang raja Mesir dari generasi ke-18, yaitu suatu generasi raja-raja Mesir yang berhasil melakukan perluasan wilayah kekuasaan menyebar sampai ke wilayah Syria dan Palestina, sehingga terbuka kemungkinan untuk berinteraksi dengan suku-suku nomaden yang mendiami wilayah tersebut. Orang Mesir menjuluki suku-suku nomaden tersebut dengan kata 'Shahu'. Al-Qur'an dan alkitab mengindikasikan bahwa Shahu ini merupakan kelompok-kelompok penyembah berhala [QS 7:138] dan [Keluaran 23:23-24]. Prasasti tersebut mengidentifikasikan salahsatu Shahu yang berada di wilayah Palestina dengan sebutan "the land of the Shasu of Yahweh."
Ada beberapa analisa dari para arkeolog soal nama ini:
Now let us draw some conclusions regarding the Land of the Shasu of Yahweh. Since no geographical term that is anything like Yahweh has been identified, this suggests that the hieroglyphic phrase t3 sh3sw ya-h-wa should be translated as "the land of the nomads who worship the God Yahweh" rather than as "the land of the nomads who live in the area of Yahweh." In addition, the fact that no geographical term anything like Yahweh has been identified also strengthens the likelihood that the words ya-h-wa in the Soleb and Amarah texts are indeed early mentions of the God of Israel.
[Sekarang mari kita menarik beberapa kesimpulan tentang Tanah Shasu Yahweh. Karena tidak ada istilah geografis yang sesuatu seperti Yahweh telah diidentifikasi, hal ini menunjukkan bahwa frase sh3sw hiroglif ya t3-h-wa harus diterjemahkan sebagai "tanah suku nomaden yang menyembah TUHAN," daripada sebagai "tanah suku nomaden yang tinggal di daerah Yahweh. "Selain itu, fakta bahwa tidak adanya istilah geografis yang mengidentifikasikan Yahweh juga memperkuat kemungkinan bahwa kata-kata ya-h-wa dalam teks Soleb dan Amarah memang awal menyebutkan dari Allah Israel].
Para ahli ini berusaha untuk memunculkan istilah 'Yahweh' bukan merujuk kepada nama suatu tempat, tapi merupakan nama sesembahan dari suku nomaden tersebut.
Amnehotep III berkuasa tahun 1390 -1352 BC, jauh sebelum masa pemerintahan Ramses II, dan Meneptah berkuasa tahun 1279 - 1203 BC, sebagai Fir'aun yang diindikasikan berkuasa pada jaman nabi Musa saat peristiwa eksodus terjadi sebagaimana diinformasikan oleh alkitab. [Lihat penjelasan wikipedia di sini]
Penyebutan nama tersebut memunculkan beberapa pertanyaan terkait dengan beberapa hipotesa tentang nama Yahweh dalam Perjanjian Lama:
- Berdasarkan alkitab, nama Yahweh belum diperkenalkan sebelum peristiwa eksodus, lalu darimana suku nomaden penyembah berhala yang hidup jauh di Palestina mengenal nama tersebut?
- Jika digunkan hipotesa lain yang menyatakan bahwa nama tersebut sudah diperkenalkan namun tidak populer (karena manusia yang hidup telah terpisah dari Tuhan), lalu mengapa justru nama Yahweh lebih populer di tengah-tengah suatu suku nomaden penyembah berhala, dan bukan didapatkan dari orang-orang Israel yang hidup ditengah-tengah bangsa Mesir sebagai budak?
Fakta-fakta tersebut memunculkan suatu kemungkinan bahwa nama Yahweh sebenarnya berasal dari nama berhala yang disembah oleh suku Shasu di wilayah Palestina, lalu orang-orang Israel yang diselamatkan Musa menyeberang ke wilayah tersebut mengadopsi nama itu menjadi nama Tuhan. Apakah mustahil ini yang terjadi?
KEDEGILAN BANGSA ISRAEL
Untuk memahami bahasan ini, terlebih dahulu kita harus mengungkapkan bagaimana sebenarnya perilaku kaum Israel pengikut nabi Musa ini. Alkitab menceritakan bahwa karakter mereka yang suka membangkang dan tidak tahu berterima-kasih, termasuk kecenderungan untuk menciptakan Tuhan selain yang disembah oleh nabi Musa. Baru saja mereka diselamatkan dari bangsa Mesir dan menyeberang lautan, mereka sudah mulai bertingkah banyak menuntut kepada Musa, bahkan ketika Musa tidak bersama mereka selama 40 hari karena sedang berada di atas bukti Sinai, mereka membuat patung sapi dari emas lalu menyembahnya. Hal ini benar-benar membuat Musa marah besar dan membanting loh-loh batu berisi hukum-hukum Taurat yang didapatnya dari Tuhan. Kerepotan Musa terhadap kelakuan kaumnya ini tercatat pada Kejadian 15 s.d 20 dan Kejadian 32, sehingga akhirnya Tuhan dan Musa sendiri menyatakan 'nubuat' tentang masa depan bangsa ini:
Begini firman Tuhan pada Ulangan 31:16-18
TUHAN berfirman kepada Musa: "Ketahuilah, engkau akan mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu dan bangsa ini akan bangkit dan berzinah dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri, ke mana mereka akan masuk; mereka akan meninggalkan Aku dan mengingkari perjanjian-Ku yang Kuikat dengan mereka. Pada waktu itu murka-Ku akan bernyala-nyala terhadap mereka, Aku akan meninggalkan mereka dan menyembunyikan wajah-Ku terhadap mereka, sehingga mereka termakan habis dan banyak kali ditimpa malapetaka serta kesusahan. Maka pada waktu itu mereka akan berkata: Bukankah malapetaka itu menimpa kita, oleh sebab Allah kita tidak ada di tengah-tengah kita? Tetapi Aku akan menyembunyikan wajah-Ku sama sekali pada waktu itu, karena segala kejahatan yang telah dilakukan mereka: yakni mereka telah berpaling kepada allah lain.
Ini ucapan Musa seperti yang tercatat pada Ulangan 31:24-29
Ketika Musa selesai menuliskan perkataan hukum Taurat itu dalam sebuah kitab sampai perkataan yang penghabisan, maka Musa memerintahkan kepada orang-orang Lewi pengangkut tabut perjanjian TUHAN, demikian: "Ambillah kitab Taurat ini dan letakkanlah di samping tabut perjanjian TUHAN, Allahmu, supaya menjadi saksi di situ terhadap engkau. Sebab aku mengenal kedegilan dan tegar tengkukmu. Sedangkan sekarang, selagi aku hidup bersama-sama dengan kamu, kamu sudah menunjukkan kedegilanmu terhadap TUHAN, terlebih lagi nanti sesudah aku mati. Suruhlah berkumpul kepadaku segala tua-tua sukumu dan para pengatur pasukanmu, maka aku akan mengatakan hal yang berikut kepada mereka dan memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap mereka. Sebab aku tahu, bahwa sesudah aku mati, kamu akan berlaku sangat busuk dan akan menyimpang dari jalan yang telah kuperintahkan kepadamu. Sebab itu di kemudian hari malapetaka akan menimpa kamu, apabila kamu berbuat yang jahat di mata TUHAN, dan menimbulkan sakit hati-Nya dengan perbuatan tanganmu."
Bahkan sampai di jaman Yesus Kristus, alkitab mencatat kelakuan bangsa Israel ini melalui kecaman Yesus terhadap mereka, seperti tertulis dalam Matius 23:13-36.
"Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Sorga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu membangun makam nabi-nabi dan memperindah tugu orang-orang saleh, dan berkata: Jika kami hidup di zaman nenek moyang kita, tentulah kami tidak ikut dengan mereka dalam pembunuhan nabi-nabi itu. Tetapi dengan demikian kamu bersaksi terhadap diri kamu sendiri, bahwa kamu adalah keturunan pembunuh nabi-nabi itu. Jadi, penuhilah juga takaran nenek moyangmu! Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka? Sebab itu, lihatlah, Aku (coba diganti dengan: Allah) mengutus kepadamu nabi-nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli Taurat: separuh di antara mereka akan kamu bunuh dan kamu salibkan, yang lain akan kamu sesah di rumah-rumah ibadatmu dan kamu aniaya dari kota ke kota, supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semuanya ini akan ditanggung angkatan ini!"
Informasi ini menunjukkan bahwa keingkaran bangsa Israel terhadap nabi-nabi mereka terjadi terus-menerus mulai dari jaman Musa sampai ke jaman Yesus Kristus.
Indikasi alkitab tentang kelakuan bangsa Israel ini dikonfirmasi oleh Al-Qur'an:
[7:138] Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)".
[7:139] Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.
Informasi dari alkitab dan Al-Qur'an ini membuka peluang bahwa masuknya tuhan-tuhan selain Tuhan yang diajarkan kepada bangsa ini merupakan suatu keniscayaan. Bahwa suatu waktu kelak, ketika Musa telah meninggal, bangsa Israel akan menyembah Tuhan yang lain!
Lalu bagaimana cara menjelaskan mengapa nama Yahweh ini bisa masuk kedalam Perjanjian lama?
Terdapat penelitian para ahli alkitab yang menyatakan bahwa 5 kitab pertama dari Perjanjian Lama yang disebut sebagai Taurat (Pentateuch) yang semula diklaim ditulis oleh Musa, merupakan hasil tulisan banyak orang yang dilakukan setelah Musa, sekalipun sebagian isinya masih merepresentasikan ajarannya. Kitab yang berisi informasi tentang pertemuan Musa dengan Tuhan yang memunculkan nama Yahweh bukan mustahil berasal dari orang-orang Israel setelah kematian Musa sebagaimana diprediksi sendiri oleh Musa akan melakukan penyimpangan terhadap apa yang sudah diajarkannya.
Secara umum Documentary Hypothesis adalah teori yang mengatakan bahwa 5 kitab pertama dalam Alkitab (Pentateukh) tidak ditulis oleh seorang penulis, melainkan dikumpulkan dan diedit dari karya-karya lainnya oleh beberapa orang penulis. [Silahkan Download di sini]
Sebagaimana halnya sebuah catatan sejarah, kita semua tahu bahwa isi dan arah informasi yang terdapat di dalamnya selalu terkait erat dengan kepentingan siapa yang menulisnya. Ketika bangsa Israel memasukkan nama Yahweh kedalam Taurat mereka, maka mereka memperkirakan akan munculnya pertanyaan dari pembaca: "Mengapa nama tersebut tidak pernah disebut oleh nenek-moyang kita sebelumnya?"
Terlihat kesan bahwa ayat yang berbunyi: "tetapi dengan nama-Ku, TUHAN, Aku belum menyatakan diri" sengaja dicantumkan untuk mengantisipasi pertanyaan ini. Namun penulis yang lain kemungkinan ingin memuat bahwa nama ini sudah dikenal dan disebut oleh nenek-moyang mereka, sebab nama Tuhan yang tidak dikenal sebelumnya -- dan tiba-tiba muncul pada jaman Musa -- terlihat tidak begitu meyakinkan, lalu sipenulis pun memunculkan penyebutan nama tersebut pada kitab Kejadian 2:7 dan Kejadian 4:26.
Kelakuan bangsa Israel ini terhadap kitab mereka makin memperjelas bahwa apa yang mereka buat merupakan sebuah kitab sejarah yang tambal-sulam.
Berdasarkan urut-urutan penjelasan di atas, mulai dari penjelasan alkitab dan Al-Qur'an tentang peristiwa pertemuan Musa dengan Tuhan, pengungkapan beberapa hipotesa terhadap kapan pertamakali munculnya nama Yahweh, temuan dan analisa prasasti Amenhotep III, informasi kedegilan bangsa Israel, dan pendapat ilmiah tentang sipenulis Taurat (Pentateuch), maka kita bisa menarik suatu benang merah tentang kemungkinan besar nama Yahweh tersebut merupakan nama yang dimunculkan belakangan oleh bangsa Israel, hasil adopsi dari suatu nama berhala yang disembah oleh suatu kaum nomaden di wilayah Palestina. [Lihat lagi di sini]
[Dari Catatan om Gus Mendem]
INFORMASI TAMBAHAN:
- Dari Mas Derry: Pemakaian nama YHWH sebagai nama BERHALA
- Dari Sha La: Nama Tuhan "EHEYEH ASYEF EHEYEH"
- Dari Ayuzaar: Yahudi bertuhan yang satu itu? Sebagian menyebut-Nya sebagai 'Yahweh'. Tetapi, dalam tradisi Yahudi, nama Tuhan tidak boleh diucapkan. Oxford Concise Dictionary of World Religions menulis: "Yahweh: The God of Judaism as the 'tetragrammaton YHWH', may have been pronounced. By orthodox and many other Jews, God's name is never articulated, least of all in the Jewish.
[Sumber: Arda Chandra | Suaramuslim | Suara Muslim Menjawab]
Posting Komentar